Dewan Pakar Prabowo-Gibran Presiden - Selama Hampir 100 Tahun terakhir di Tanah Papua, kita semua selalu menyaksikan Tragedi Pertumpahan Darah yang tidak pernah berkesudahan.. Dimulai pada masa kolonial (inggris, Portugis, dan Dutch/Kerajaan Belanda), masa revolusi Kemerdekaan Republik, Masa integrasi West Papua, masa konsolidasi pembangunan di Era Orde Baru, hingga Era Reformasi sampai hari ini, Status dan keadaan Tanah Papua, selalu mewariskan Pertumpahan Darah..
Satu-satunya, keadaan yang menjadi Penghiburan bagi Rakyat OAP di Tanah Papua adalah kehadiran Para Missionary yang mengajarkan ajaran Cinta kasih Kristus, mempersatukan setiap Perbedaan yang ada di setiap suku-suku yang berbeda, mendamaikan peperangan antar suku, serta membangun dan memperkuat filosofi hidup OAP untuk memperoleh makna dan nilai hidup sejati sebagai Umat Kristus yang mendapatkan Pengampunan Dosa dan Kehidupan yang kekal di Akhirat (Makna kehidupan teologis)..Â
Disepanjang sejarah Pertumpahan Darah di Tanah Papua, "Devide et Impera" warisan Kolonial secara nyata ikut memperkeruh kondisi Keterbelahan sosial di Masyarakat Asli Papua.. Setiap tokoh politik, asalkan memiliki pengikut, tidak terikat pada kewajiban moral, menggunakan segala macam cara untuk menunjukkan eksistensi politiknya, tidak jarang memancing perseteruan yang amat menakutkan dan mengkhawatirkan, tentang masa depan kehidupan damai di Tanah Papua..
Dalam contoh Pelaksanaan Pesta Demokrasi, Pemilu Legislatif dan Pemilu Kepala Daerah di sepanjang Tahun 2024, banyak dari kalangan Politisi Lokal Daerah di Tanah Papua, berusaha dengan segala macam cara, tidak perduli dengan jalan politik yang digunakannya apakah ikut menciptakan keterbelahan sosial di masyarakat atau tidak.. Semuanya tampak dibolehkan, tanpa mempertimbangkan konsekuensi dari rusaknya tatanan sosial, yang menciptakan warisan permusuhan di masyarakat..Â
Privilage (hak keistimewaan) yang diakui oleh Hukum Negara, terkait hak menentukan calon pemimpin di sejumlah Daerah di Tanah Papua, yang menghormati Sistem Ikat/Musyawarah Mufakat dalam elektoral demokrasi, yang harusnya disyukuri dan menjadi keutamaan sistem elektoral bagi Masyarakat Asli Papua mempertahankan "originalitas kepemimpinan yang berasal dari Rahim Demokrasi Masyarakat Adat", justru menjadi sumber malapetaka lahirnya banyak konflik diberbagai Kabupaten/Kota yang terjadi disepanjang Pelaksanaan Pesta Demokrasi tersebut..Â
Belajar dari sejarah, sumber perpecahan di Tanah Papua, bersumber dari Perebutan Kepentingan yang terjadi diantara sesama Pemimpin Politik di Tanah Papua, perebutan pengaruh dan kekuasaan yang berpusat pada Jabatan Strategis seperti Gubernur dan Bupati, menjadi sumber baru polarisasi perseteruan di masyarakat yang menciptakan konflik berdarah.. Yang parahnya, perseteruan berdarah tersebut terjadi diantara sesama OAP sendiri secara internal..Â
Setiap pemimpin di Tanah Papua, harus memiliki kesadaran tentang jati dirinya, sebagai Penjaga Nilai-Nilai Adat dan Budaya, dan Memiliki Rasa Cinta dan Kasih yang Tulus kepada rakyat, sebagaimana Contoh Ajaran Kristus yang telah hadir menjadi Juruselamat dan Juru Damai di Tanah Papua.. Sejarah telah membuktikan fakta penting, Legacy Gereja secara nyata Menciptakan Perdamaian dan Persatuan, namun Perebutan Akses terhadap Kekuasaan Lokal, justru menjadi simpul baru terciptanya Pertentangan dan Konflik yang memecah belah unifikasi sosial, memecah belah budaya dan adat istiadat di masyarakat asli Papua.. Keadaan ini, seharusnya menjadi catatan Perbaikan Yang Harus disikapi secara SERIUS, terhadap LATARBELAKANG Ketokohan Politik yang justru selalu menjadi sumber KEKACAUAN di Tanah Papua..Â
Para pemimpin politik yang merasa memiliki pengaruh politik dan kuasa yang besar, merasa dapat menggerakkan kehendak masyarakat secara luas, harusnya merasa MALU dengan para Gembala Umat Tuhan, Para Pendeta, Para Pastor, yang selalu bekerja dalam KESUNYIAN PELAYANAN, dengan keterbatasan yang ada (serba kekurangan), justru mereka mampu menjadi perekat sosial, perekat kedamaian, yang selalu menjadi OBAT yang menyembuhkan luka-luka Keterbelahan Sosial akibat KESERAKAHAN para pemimpin politik yang memperkeruh suasana damai di Masyarakat..
Kini saatnya, semua komponen Pemimpin Politik, yang Berasal dari apapun latarbelakang politiknya, menyadari arti pentingnya KESELAMATAN RAKYAT diatas ambisi pribadi, Keutamaan Cinta dan Kasih yang Tulus kepada KEDAMAIAN di Masyarakat diatas ambisi kekuasaan sesaat..Â
Mari HARGAI DIRI KITA SENDIRI, sebelum mengharapkan ORAN LAIN (ORANG LUAR/Pihak Internasional) menghargai diri kita, Mari Hormati Hak Asasi yang dimiliki oleh setiap orang yang Hidup di atas Tanah Papua sebelum Menuntut ORANG LAIN menghormati Hak Asasi Hidup kita sendiri.. Ketika, Para pemimpin politik di Tanah Papua, dengan moralitas dan intergritas yang dipegang teguh, mampu menjadi Unsur Pemersatu (Unifikasi) di tengah-tengah Besarnya Perbedaan Kepentingan yang dimiliki diantara sesama pemimpin politik tersebut, maka TIDAK ADA SATUPUN KEKUATAN EKSTERNAL (ORANG-ORANG LUAR) yang akan berani bermain-main dengan Hak Kesulungan OAP, karena kuatnya Benteng Persatuan yang direkatkan (diikat) oleh Perasaan KASIH SAYANG Diantara Sesama Anak Adat, Anak Suku, Anak Tuhan, Anak Gereja, yang selalu mengedepankan Keselamatan Rakyat diatas Kepentingan Kelompok, golongan dan ambisi Pribadi sesaat para Pemimpin Politik di atas Tanah Papua..Â