Mohon tunggu...
Bagus Adi Wijaya
Bagus Adi Wijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

memiliki minat di ekonomi, pendidikan, dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mimpi Kuliah Anak Generasi Z Terancam Punah? Kenaikan UKT vs Gaji Orang Tua: Sebuah Ironi

17 Desember 2024   21:55 Diperbarui: 17 Desember 2024   21:58 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mimpi  menyekolahkan anak ke perguruan tinggi  kini  dibayangi  kecemasan  mendalam,  terutama bagi generasi Z  yang akan menjadi orang tua di masa depan.  Bagaimana tidak?   Lonjakan  Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang  tak terkendali  membuat  biaya pendidikan tinggi  kian  tak terjangkau.  Fenomena  ini  diungkap  dengan  gamblang  oleh  Jerome Polin,  seorang  YouTuber  dan  content creator  dalam  videonya  yang  berjudul  "Jerome  Membayangkan  Biaya  Kuliah  Anak"  (https://youtu.be/wh6guH4CubI?si=t6RXD4qg0MokOiNf). Dalam  video  tersebut,  Jerome  dengan  cermat  menganalisis  proyeksi  biaya  kuliah  di  masa  depan  dan  membandingkannya  dengan  kenaikan  gaji.  Hasilnya?  Sungguh  mengejutkan  dan  membuat  kita  merenung  tentang  masa  depan  pendidikan  di  Indonesia.

Kenaikan UKT  yang  Melampaui  Batas  Logika

Jerome  menyoroti  kenaikan  UKT  di  sejumlah  universitas  ternama  yang  mencapai  300-500%.   Angka  fantastis  ini  jauh  melampaui  kenaikan  upah  minimum  yang  diatur  dalam  Peraturan  Pemerintah  (PP)  Nomor  36  Tahun  2021  tentang  Pengupahan.   PP  ini  menetapkan  formula  kenaikan  upah  berdasarkan  inflasi  dan  pertumbuhan  ekonomi.   Namun,  pada  kenyataannya,  kenaikan  upah  riil  jauh  lebih  rendah  dibandingkan  kenaikan  UKT.

Inflasi  Melambung,  UKT  Meroket

Inflasi menjadi momok yang memperparah jurang pemisah antara kenaikan UKT dan kemampuan finansial calon mahasiswa.  Hakikat inflasi adalah penurunan nilai mata uang, di mana uang Rp1 juta di tahun 2023 akan memiliki daya beli yang lebih rendah di tahun 2043.  Inflasi ini memicu kenaikan harga barang dan jasa, termasuk biaya operasional universitas yang berujung pada kenaikan UKT.  Tak hanya itu, inflasi juga menggerus daya beli mahasiswa, membuat biaya hidup seperti kos, makan, dan transportasi semakin mahal.  Ironisnya, kenaikan UKT di banyak universitas jauh melampaui laju inflasi, misalnya  mencapai 300-500%  dibandingkan inflasi rata-rata 6% per tahun.  Kondisi ini semakin memberatkan masyarakat berpenghasilan rendah,  mengancam akses mereka terhadap pendidikan tinggi.  Oleh karena itu, dibutuhkan strategi jitu seperti menabung dan investasi sejak dini, memilih universitas terjangkau, dan memanfaatkan program beasiswa untuk meredam dampak inflasi terhadap biaya pendidikan.

Simulasi  Biaya  Kuliah  di  Tahun  2042:  Mimpi  Buruk  Generasi  Z?

Jerome  membuat  simulasi  biaya  kuliah  di  tahun  2042  dengan  menggunakan  data  biaya  kuliah  tahun  2022  dan  menghitung  inflasi  sebesar  6,03%.   Hasilnya,  diperkirakan  biaya  kuliah  rata-rata  di  universitas  top  pada  tahun  2042  mencapai  Rp483  juta!   Angka  ini  setara  dengan  kenaikan  sebesar  220%  dari  biaya  kuliah  tahun  2022.

Mampukah  Orang  Tua  dari  Generasi  Z  Membiayai  Kuliah  Anaknya?

Dengan  asumsi  gaji  rata-rata  orang  tua  sebesar  Rp3  juta  per  bulan  dan  menabung  20%  dari  pendapatan  selama  18  tahun,  maka  total  tabungan  yang  terkumpul  hanya  Rp130  juta.   Jumlah  ini  jelas  tidak  cukup  untuk  membayar  biaya  kuliah  yang  mencapai  Rp483  juta. Bahkan  dengan  asumsi  investasi  dengan  return  5%  per  tahun,  total  dana  yang  terkumpul  hanya  Rp202  juta.   Artinya,  masih  ada  kekurangan  dana  sebesar  Rp281  juta.

Dampak  Sistemik  Kenaikan  UKT  yang  Tak  Terkendali

Kenaikan  UKT  yang  tidak  terkendali  ini  berpotensi  menimbulkan  dampak  sistemik  yang  merugikan,  di  antaranya:

  • Turunnya Angka Partisipasi Kasar (APK): APK pendidikan tinggi di Indonesia masih tergolong rendah, yaitu 31,45%. Kenaikan UKT akan semakin mempersulit generasi Z untuk mengakses pendidikan tinggi, sehingga APK berpotensi semakin menurun.
  • Melebarnya Kesenjangan Sosial: Pendidikan tinggi seharusnya menjadi wahana untuk meningkatkan mobilitas sosial. Namun, dengan mahalnya biaya kuliah, kesenjangan sosial justru semakin melebar. Anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah akan semakin sulit untuk menggapai mimpi mereka untuk kuliah.
  • Hilangnya Potensi Generasi Z: Generasi Z memiliki potensi besar untuk memajukan bangsa. Namun, jika mereka tidak mendapatkan akses pendidikan tinggi yang layak, potensi tersebut akan tersia-siakan. Negara akan kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas untuk bersaing di era global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun