Kau cuma seonggok pipa besi. Tak lebih. Senjata? Yang benar saja! Kata SENJATA malah buatku menyeringai. Kukatakan sekali lagi: Kau cuma seonggok pipa besi. Menembak bonggol pohon pun kau tak becus. Tapi waktu patroli malam, aku harus jujur padamu. Kita adalah sahabat
(Ode to a Sten Gun; S.N Teed)
Romantisme memang luas. Tak hanya sekitar kehidupan manusia, tetapi juga hubungan individu antara senapan dan pemakainya. Kok memilih kata PEMAKAI, bukan pemilik. Inilah analisanya.
Setelah perang kemerdekaan usai, Iskandar mencoba kembali ke kehidupan sipil. Ditinggalkannya semua hal yang berhubungan dengan pertempuran. Unitnya, seragamnya bahkan senjata andalannya. Sebuah Sten Gun.
Sayangnya, prinsip Iskandar harus bertemu dengan kenyataan yang pahit. Semua teman semasa bertempur dulu ternyata malah menjual dirinya dan terlibat korupsi. Kenyataan yang selalu berbeda dengan pengharapan. Dan prinsip Iskandar teguh bagai tank Tiger milik Jerman.
Akhirnya Iskandar membunuh mantan komandannya. Kematian menjemput Iskandar akibat peluru yang ditembakan dari Sten Gun milik komandan patroli. Kala itu, di film Lewat Djam Malam, Jakarta diterapkan aturan untuk melarang siapapun keluar malam sesudah jam 1800.
Nah, Iskandar jagoan kita itu memakai Sten Gun kala jadi tentara di Masa Perang Kemerdekaan. Senjata itu tak lepas dari dekapannya. Sialnya, senjata yang sama merenggut nyawanya.
Kisah romantika lain tentang Sten Gun adalah dari sebuah cerpen karya M. Isa yang judulnya Sten Gun.
Si Djitu, begitu Kapten Rahman memberi nama, diajak ke tengah laut untuk mencegat sebuah kapal perang Belanda. Dia dirawat dengan sangat baik. Bahkan jadi saksi mata bahwa pemakainya suka membaca dan bermain piano.
Lalu akhir ceritanya tragika. Mirip dengan roman-roman karya Shakespeare. Ditangan orang lain yang pangkatnya lebih rendah, Letnan Kardjundji, Si Djitu dipakai untuk menangkap pemakainya yang dulu. Kapten Rahman jadi tawanan karena tertangkap disekitar Madiun.
Kapten Rahman ditembak didada oleh Letnan Kardjundji. Dan Si Djitu menunaikan tugasnya dengan sebuah komplimen dari yang ditembak. Saneta Simplicitas katanya.
Riwayat Sten Gun memang unik. Sebuah senjata yang dibuat karena Brittania Raya kehabisan stok senapan dan mulai seret dana untuk biayai peperangan. Padahal ancaman invasi Nazi Jerman didepan mata.
Kondisi itu malah membuat Major Reginald V. Shepherd dan Harold Turpin berinovasi dengan membuat senjata yang murah, hanya terdiri dari 47 bagian dan tidak butuh banyak orang untuk memproduksinya.
Nama Sten Gun adalah gabungan dari Shepherd, Turpin dan Enfield.
Senjata itu diproduksi massif dan terlibat aktif di setiap palagan di PD II. Dari Benua Amerika sampai Afrika. Dari Benua Eropa sampai Asia.
Masuknya Sten Gun ke Indonesia diperkirakan ada beberapa jalur. Pertama dari Burma lalu dibeli di Malaysia dan Thailand. Sten dikirim lewat jalur laut, darat udara ke Asia Tenggara guna mempersenjatai para partisan guna melawan Tentara Jepang. Karena dikirim dengan jumlah yang besar dan tanpa pengawasan maka dengan perantara para Gun Smuggler sampailah di Indonesia untuk selanjutnya dipergunakan TNI dan laskar. Sila baca novelnya Remy Sylado yang judulnya Ca Bau Kan. Tokoh utamanya berprofesi sebagai Gun Smuggler.
Jalur kedua adalah dari tentara Brittania Raya yang membelot. Menurut Wikimedia, ada 600 orang dari Divisi British Indian yang kabur dan membawa serta aneka senjata dan amunisi. Jalur terakhir adalah Jalur Heroik.
Pemuda menyerbu gudang senjata atau mencegat konvoi tentara KNIL atau Allied Forces. Dari hasil gedoran itu, maka lengkaplah para pemuda itu transformasinya. Dari sipil bermodal semangat jadi militer. Senjata, amunisi, makanan, rokok dan uniform yang lengkap dengan pangkat didapat dengan percuma.
Karena reputasinya, Sten Gun jadi primadona. Sederhana, mudah dirawat bahkan dengan kondisi tentara Republik yang serba minim. Tak ada minyak senjata untuk melumasi bagian2 senjata maka minyak kelapa sudah bisa menggantikan. Bisa berfungsi dengan baik dalam keadaan kotor. Peluru habis tak masalah. Sten Gun berfungsi jadi pemecah kepala yang jitu.
Kesederhanaan yang elegan (pour)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H