Pernah ikuti lomba yang aneh? Tak ada gelar juara, tak ada aturan yang rumit, sesama peserta akrab tegur sapa dan saling bantu. Di tiap tahap lomba, tak ada panpel yang menjaga pos. Uniknya semua peserta punya target waktu untuk selesaikan lomba, 15 jam. Nah tambah bingung kan?
Hari-hari sejak diterimanya sebuah pesan pendek dariRudi tentang lomba unik itu, jari tangan ini rasanya jadi pegal-pegal karena terus bertanya untuk cari info tentang lomba itu via mBah Google. Lomba apa yang tak ada hadiahnya, tapi tetap saja diminati dan diikuti dengan serius oleh banyak pesepeda.
Tak cukup tanya mBah Google, kutanya juga beberapa teman yang sudah terkenal kejagoannya dalam dunia bersepeda. Rata2 malah menanyakan. “Buat apa tempuh jarak 200 km? Pembalap Pro juga bukan. Nanti mulai coba2 doping supaya bisa sukses sampai Finish. Cuma cari sensasi”. Tapi yang beri pujian juga ada: “Pesepeda sejati adalah mereka yang selalu berani menantang dirinya sendiri”. Yang bingung lebih banyak lagi: “200 km dari Bekasi lalu kembali ke Bekasi lagi. Start jam berapa? Selesai jam berapa?”.
Hobi bersepeda memang belum bisa dimengerti dan dihargai oleh banyak orang. Kata beberapa enslikopedi : olahraga bersepeda termasuk dalam kaliber sportdengan resiko tinggi. Jadi segala kegiatan XC, Road Bike, Down Hill, Freeride sampai sekedar lakukan B2W dan B2H, itu adalah kegiatan beresiko tinggi, bertetangga dengan maut lagi. Mungkin ada kaitannya dengan obsesi bertualang yang mirip sindroma Ulysees.
Ulysees atau Odiseus, tokoh mitologi Yunani yang bertualang ke daerah antah berantah. Mirip dengan para pesepeda yang berhobi mencari penyakit di luar rumah. Silahkan merefleksikan diri sendiri. Tertawa tak dilarang. Bingung juga boleh...he3x
***
Lomba itu bernama GLADIATOR. Tag line nya tertulis “200 Km Epic Bike Ride”. Dengan sebuah tema: Galilah Potensi Diri UntukCapai Batas Baru. Iniacara seminar marketing apa lomba sepedahan sihh...he3x
Dimulai jam 0500 didepan sebuah pos keamanan sebuah perumahan di Pekayon, Bekasi. Panitia tetapkan waktu tempuh terlama adalah 19 jam. Jalur yang ditempuh dimulai dari Pekayon. Lalu lewati Nawit Bondol, Cigekbrong, Gunung Batu, Puncak Cipamingkis, Cipanas, Mang Ade, Gadog, Sentul, Cikeas, Ciangsana, Pekayon.
52 peserta berangkat dari Pekayon menuju Nawit Bondol dengan kondisi jalan yang mulus dan datar untuk memulai acara GLADIATOR. Setelah belok kanan dari Jalan Raya Jonggol, barulah para peserta disapa dengan tanjakan yang meliuk dengan sopan dengan sudut yang ramah. Tapi hingga Cigekbrong semua peserta masih kompak dalam hal jumlah.
Namun HOROR dimulai setelah Cigekbrong. “Tanjakan Bengis menantang setelah Kelok 14. Panjang Tanjakan Bengis 5 km. Panjang Kelok 14 3 km” tertulis dalam rilis dari panitia. Kelok 14 itu mirip dengan Kelok 44. Jalurnya meliuk seperti sphagetti yang menempel ke sisi tebing dengan saus pelengkap berupa longsornya tanah. Menu lengkap itu ditemui sesudahdiKelok 10. Beberapa penduduk sibuk dengan cangkul dan sekop untuk menyingkirkan tanah dan batu.
***
Jarak sepanjang 200 km dibagi jadi 9 Etape. Waktu tempuh rata2 adalah 2 jam. Etape 8 jadi etape yang paling panjang. Membentang dari Gadog sampai Cikeas dengan panjang 40 km. Dari Gadog ke Cikeas adalah perjalanan yang menyenangkan karena jalurnya terus turun. Sayangnya dilakukan dalam keadaan gulita pekat malam dan para peserta yang kondisinya mulai menurun karenabadan yang letih. Bonusnya dinginnya malam membuat para peserta harus pandai2 jaga diri. Jalur yang dilewati juga ragam rupa. Dari jalan raya, jalan desa, seberangi jembatan, masuk kolong jembatan sampai berakrobat di pematang sawah.
Etape Mahkotanya adalah Etape 4, Gunung Batu ke Puncak Cipamingkis. Kenapa? Karena ada 2 Tanjakan Bengis di etape itu. Pertama nanjak ke Gunung Batu. Kedua adalah Tanjakan Tembok menuju Puncak Cipamingkis. Tambah seru karena pendakian dilakukan dengan sinar matahari bersinar tanpa beri diskon. Untuk Tanjakan Tembok para peserta medapat sebuah KEJUTAN. Karena tanahnya turun, maka tanjakan jadi tambah curam. Banyak peserta yang terpaksa turun dari sepeda di seksi itu, TTB sebentar, lalu pendakian dilanjutkan.
KEJUTAN lainnya adalah tak adanya panitia yang berjaga di tiap akhir etape. Sesuai peraturan, tiap peserta harus melapor di tiap akhir etape. Caranya dengan mengirimkan sebuah sms ke nomor milik panitia. Masalah timbul setelah lewati Cigekbrong. Sinyal HP dari semua provider MENDADAK GALAU. Akhirnya para peserta mensiasati kondisi itu dengan cara foto bersama.Di Puncak Cipamingkis malah terjadi sebuah kelucuan. Semua peserta tak ambil pusing dengan absennya panitia. Mereka malah sibuk tukar menukar bekal yang dibawa, menjemur jersey yang basah karena keringat, menjemur sepatu sampai kaos kaki. Warung yang jadi Checkpoint Etape 4 mendadak berubah jadi rumah kontrakan dengan aneka jemuran warna warni. Dan hampir semua peserta bertelanjang dada dengan aroma kaki yang aduhaiiiii....
***
Selama lomba saya bertanya dalam benak, manusia jenis apa yang bersepeda sejauh 200 km, habiskan waktu selama 16 jam, bersepeda sejak jam 0500 hingga jam 2200 dengan jalur yang mendaki terus menerus. Rudi Klowor menjawab dengan yang mengutip Edmund Hillary: “Because it is exist”. Jawaban itu langsung disergah Mas Yadi JJ: “Woyyyy...Edmund Hillary seorang pendaki gunung tahoooo...” lalu berderailah tawa. Muslimin menimpali dengan sok bijak: “Menikmati keindahan alam pemberian Tuhan juga bisa pake sepeda lohhh...”.
Mungkin di kalangan pesepeda, teman-teman itu:Mas Yadi JJ, Cipto, Rudi Klowor, Muslimin, Pak Wari, Pak Eppy, Pak Kris, Heri dan Rully, dianggap spesies khusus. Sebab tak berorientasi pada KECEPATAN. Tapi pada DAYA TAHAN dan KETEKUNAN. Ya biarlah, biar tak bisa ngebut tapi buktinya cukup bermutu juga toh! Sebab tak ragu nanjak ke Gunung Batu dan Puncak Cipamingkis walau nafasnya sampai merah merona dan kulit yangberubah warnanya jadi gosong...he3x
Di Puncak Cipamingkis mereka hanya bisa saling tertawa dan menggelengkan kepala. Dari situ terlihat jelas sekali Gunung Batu yang dihubungkan dengan sebuah lembah selebar 30 km. Dan baru merasa kenapa tanjakan-tanjakanyang sukses didaki sangat menguras tenaga.“Kita ini ikut lomba apaan sih? Nanjak dari sana sampai sini tak juga tahu apa hadiahnya” kata Rudi Klowor yang disambut derai tawa yang riuh.
Pak Wari Tjokro adalah peserta tertua. Dia bersepeda dengan gaya yang gaoolllll...Memakai sebuah sebuah headphone besar warna putih untuk mendengarkan lagu dari sebuah pemutar MP3. Tapi jangan ragukan determinasinya. Dia bisa nanjak sampai ke Gunung Batu dan Puncak Cipamingkis . Lalu nanjak lewati Ciloto menuju warungnya Mang Ade. Sayangnya dia tak bisa selesaikan sisa jarak karena turun malam hari ke Gadog dari Warung Mang Ade sangat berbahaya. Kondisi fisik yang lelah dan kurangnya refleks karena umurnya adalah alasannya.
***
Jam 2200 di Pos Keamanan dimana GLADIATOR berakhir suasananya mencekam. Bulan yang Cuma setengah bersinar di langit yang malam itu tak berbintang. Banyak orang yang wajahnya pucat pasi. Mereka melangkah dengan cara yang aneh, berjinjit. Tak ada keceriaan. Bulan yang cuma setengah dilangit seperti mencabut daya hidup siapa saja disekitar Pos Keamanan itu.
Kelelahan seperti mengusir keceriaan dari wajah-wajah para peserta yang Finish di Pekayon. Rata-rata para peserta menempuh jarak 200 km selama 16 jam. Mereka bersalaman dengan peserta lain yang sudah tiba di titik akhir. Dalam kelelahan mereka saling memberi atensi.Sebuah kegembiraan dalam kelesuan. Tapi ada seorang peserta yang tak tampak. Semoga lelaki yang bersepeda pakai sepatu hiking dan kaos kaki sepak bola warna kuning selamat sampai di Pekayon. Setelah membubuhkan tanda tangan di lembar absen, parapeserta pulang dengan membawa sebuah medali. BREVET RIDE sudah selesai. (pour)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H