"Wah, tergantung polisinya, kek. Kalau masih dikasih SIM (surat ijin mengemudi) berarti masih bisa. Kalau jantungnya sih masih bagus, gula masih bagus, tetapi reaksi antisipasi atau refleks otak saat di jalanan, itu perlu pemeriksaan lain oleh dokter syaraf, THT, mata dan jiwa...."Kata saya pada kakek yang usianya sudah 80-an tahun dan mulai banyak komplikasi penyakit geriatri walau ringan.
"Ah, nantilah kalau begitu. Aku minta diantar anak dan cucu dululah kemana-mana..."Katanya mulai sadar keterbatasannya.
"Iya, dok. Bapak ini pernah di lampu merah kakinya 'kram', tidak bisa menginjak kopling, jadi mobilnya tidak bisa jalan. Untung di pinggir, jadi ada yang menolongin dia keluar mobil dan dibawa ke rumah sakit."Kata anaknya yang membawa berobat.
Memang saat dironsen tulang belakangnya banyak pengapuran dan pasti ada syaraf terjepit. Kalau duduk menyetir, lama, kaki mungkin saja kaku atau malah tidak bisa digerakkan kalau syarafnya kehilangan rangsangan dari otak ke ujung kaki akibat 'jepitan' di tulang belakang. Memang sudah dilakukan beberapa sesi penyinaran infra merah ke pinggang si kakek, namun masih mungkin kejadian kakinya kram terulang lagi di saat lain.
Pertanyaan seperti di judul sering diungkap oleh pasien-pasien geriatri (diatas 65 tahun), pasien paska stroke dan pasien penyakit kronis lainnya. Jawabannya adalah sangat tergantung kondisi kesehatan saat menyetir, bukan saja jantung, tulang-otot atau mata, tetapi juga persyarafannya. Reaksi refleks saat ada penyeberang jalan 'nyelonong' atau ada mobil belok mendadak bahkan saat di tanjakan tiba-tiba macet dan kakinya harus menjaga keseimbangan antara kopling dan rem. Ini idealnya diperiksa periodik 1 minggu sekali dan bukannya 5 tahun sekali.
Bahkan bisa saja hari ini misalnya si kakek bisa menyetir karena kakinya 'lincah', tetapi besoknya dia 'kram' akibat salah makan atau salah posisi duduk.
Saya pribadi, menyarankan pasien usia 65 tahun keatas, pernah stroke, matanya sudah terganggu dan pendengarannya kurang, sebaiknya jangan dipaksakan menyetir sendiri lagi. Sudah waktunya punya supir atau kemana-mana diantar jemput taksi yang bisa dipanggil ke rumah 24 jam.
Membiarkan pasien-pasien beresiko menyetir sendiri akan membahayakan dirinya, orang yang ikut di kendaraannya dan orang-orang di jalanan yang dia lewati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H