"Almarhum itu bipolar apa depresi?"Tanya seorang teman di FB yang kurang setuju saya membuat status soal depresi pada orang tua. Dia mengaku jadi 'searching' soal bipolar karena kasus artis muda Mars**da dan meninggalnya almarhum RW, komedian kawakan Amerika yang dilaporkan bunur diri.
Saya hanya jawab, itu memang dua diagnosis yang berbeda, tetapi sering membuat orang bunuh diri, jadi saya anggap sisi depresinya yang sedang muncul sementara sisi 'manik' nya sedang 'sembunyi.
Sebagai dokter penyakit dalam, saya hanya perlu tahu pasien itu kira-kira penyakitnya dominan fisik atau ada banyak unsur psikisnya yang lama-lama membuat fisiknya terganggu 'benaran' (penyakit psikosomatik). Sementara mendiagnosis bipolar dan depresi itu kewenangan dokter spesialis jiwa dari pengamatan dan pemeriksaannya yang bisa sekali atau harus berkali-kali.
Jadi jujur saja saya sangat jarang memikirkan diagnosis 'bipolar' walaupun seorang dokter.
Dokter penyakit dalam akan 'melepas' pasien yang dominan gangguan di jiwanya pada dokter spesialis jiwa, sebaliknya dokter ahli jiwa juga harus mengkonsultasikan kelainan fisik yang sudah 'benaran' terjadi pada pasien yang awalnya hanya psikosomatik saja.
Jadi permasalahan bipolar bukanlah masalah 'gaya hidup' dan persoalan sosiokultural biasa yang memungkinkan semua orang bisa mendiagnosis dan memberikan solusi, ini persoalan kompetensi dan prognosis sebuah penyakit yang berpotensi membahayakan dirinya sendiri.
Siapapun bisa mendadak ahli bipolar, tetapi untuk dirinya sendiri dan orang terdekatnya, untuk menghindari terjadinya gangguan tersebut, namun kalau 'mendiagnosis' orang lain sebagai bipolar atau depresi dengan tujuan 'menghakimi' si tokoh populer tersebut adalah menjadi kurang baik.
Belajar baca 'bipolar' dan mendadak 'ahli bipolar' sah-sah saja untuk dibahas internal keluarga atau kelompok pertemanan, namun kalau di media sosial seperti Kompasiana, sebaiknya kita tanya ahlinya dr. Andri SpKJ sekaligus bisa tanya jawab pengalaman beliau dengan penyakit yang terbaca 'mudah dimengerti' tetapi sebenarnya sangat sulit terdiagnosis ini.
Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H