Perdarahan dari jalan lahir, banyak. Mengakunya menstruasi, tetapi saat bidan pegang-pegang perutnya, sepertinya rahimnya teraba. Lalu diperiksa urinenya, ternyata positif hamil," lapor dokter jaga Instalasi Gawat Darurat (IGD) saat laporan pagi.
"Berarti abortus, tinggal ditanya ulang itu dibuat abortus atau spontan? Sudah ditangani dokter kebidanan, kan?" tanya saya.
"Sudah, Dok. Dikuret, masalahnya ternyata ibu ini masih 18 tahun dan belum nikah. Yang mengantar tadinya mengaku suami tetapi akhirnya mengaku pacar. Tadinya mau pakai BPJS, tetapi karena harus memberi tahu orang tuanya, dia memutuskan tidak jadi," dijelaskan si dokter lagi.
Surat-surat persetujuan tindakan umum, persetujuan tindakan 'kuret' yang tadinya ditandatangani si pacar harus diulang, dibuat oleh si nona sendiri, karena si pacar menulis status dirinya 'pacar' bukan 'suami'.
Rupanya, si nona masih kuliah dan tanggungan orang tua. Jadi BPJS-nya bisa sampai usia 21 tahun. Tetapi karena penyakitnya dibuat sendiri menyalahi peraturan, maka BPJS-nya tidak bisa dipakai.
Saya pun penasaran bertanya ke petugas BPJS di rumah sakit, misalnya si nona ini pekerja yang BPJS dari kantornya (bukan tanggungan ayahnya), lalu hamil di luar nikah dan keguguran, apakah ditanggung BPJS? Jawabnya tidak bisa juga, karena kasus itu terjadi tidak sah. Bila sudah menikah resmi dan keguguran, penyakitnya dianggap akibat dari sesuatu proses legal, yang dibuktikan dengan kartu keluarga.
Nah, walaupun perdarahan akibat keguguran termasuk gawat darurat, tetapi untuk memakai BPJS kesehatan tetap ada rambu-rambunya, tanpa ada keterangan menikah di kartu keluarga atau KTP, belum tentu bisa pakai.
Bagi teman-teman yang belum membuat status menikah di KTP dan kartu keluarganya, segeralah lapor ke RT dan lurah untuk mengubah statusnya. Status itu penting banget.
Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H