Besok, akan ada belasan, puluhan, ratusan bahkan mungkin ribuan dokter dan calon dokter yang menyampaikan aspirasi berkaitan dengan berbagai kekurangan program JKN selama lebih 2 tahun.
Rencananya akan mulai dari Bundaran HI sampai istana negara. Protes yang akan disampaikan mulai dari berbagai kekurangan di pembiayaan, keselamatan pasien, mahalnya biaya kesehatan sampai pelecehan profesi dokter.
Aksi ini diprakarsai oleh Dokter Indonesia Bersatu (DIB), sebuah organisasi dokter-dokter yang tidak menjadi saingan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bukan pula organisasi sayap IDI, tetapi hanya berniat lebih vokal menyuarakan kepentingan profesi dokter yang mulai menurun pengakuannya di mata masyarakat.
IDI sebagai satu-satunya wadah profesi dokter yang diakui undang-undang pasti memiliki perhatian yang sama dengan DIB, namun penyampaian aspirasinya harus melalui rapat kerja formal dengan instansi terkait dan beradu argumenlah disana. Biasanya adu argumentasi ini menguntungkan IDI kalau ada peristiwa luar biasa yang membuat para birokrat dan politikus merasa penting memihak aspirasi dokter, sebaliknya aspirasi tersebut hambar kalau tidak ada peristiwa luar biasa di bidang kesehatan dan menyangkut profesi dokter. Kalau aspirasi tersebut terkesan lebih menguntungkan dokter tetapi kurang berkenan di masyarakat banyak, biasanya langsung tidak disetujui atau versi lunaknya akan dibahas lain waktu. Peserta rapat biasanya beberapa orang pengurus saja.
Sementara itu, DIB karena susah mendapatkan 'akses' melalui birokrat dan politisi harus membuat sejenis demonstrasi yang damai (dokter akan tidak elok kalau demonstrasinya anarkis) dengan peserta yang seramai mungkin, baru ada jalan didengarkan protesnya dan baru perwakilannya diajak bicara. Atau kalau media banyak meliput. Heboh dulu, baru diajak bicara.
Saya pribadi memilih protes, membuat 'curhat' atau edukasi ke masyarakat melalui berbagai media sosial seperti 'facebook' dan tentu saja Kompasiana, karena kelihatannya beberapa tulisan saya yang menyoroti beberapa masalah BPJS di lapangan, walau pelan namun tampaknya ada tanggapan. Mungkin bukan karena tulisan saya semata, tetapi minimal saya cukup puas sudah menyampaikan aspirasi dan merasa sudah ada tanggapan.
Apapun caranya, dokter tetap berhak menyampaikan aspirasinya lewat berbagai jalur, namun sebaiknya memperhatikan beberapa hal berikut:
1. Jangan terkesan meminta pihak berwenang memihak dokter daripada masyarakat.
2. Jangan terkesan ditunggangi kepentingan politik tertentu.
3. Sebaiknya pelayanan di fasilitas kesehatan tetap dijalankan, ada dokter pengganti.
4. Sebaiknya instansi tempat bekerja tidak keberatan kalau si dokter ikut demonstrasi walaupun tidak memerintahkan. Kalau dilarang dan diancam hukuman, sebaiknya dipikirkan lagi.