"Ya, ini sudah ada, obat supaya jantung Bapak kuat lagi kontraksinya. Ada juga obat untuk kencing manisnya, supaya menguatkan syaraf kaki," kata saya pada pasien. Pasien saya kali ini adalah kakek-kakek usia 60 tahunan yang bulan lalu dirawat dengan komplikasi sakit jantung, kencing manis dan stroke.
"Bukan jantung dan kaki, Dok. Obat untuk kuat itu, Dok...." katanya lagi sambil tersenyum malu-malu.
"Oh....Kuat itu....Tapi istri Bapak sudah sama-sama tua juga, kan?" kata saya.
"Ya, yang itu memang sudah tua. Tapi kan ada yang muda....Hehehehe...." katanya.
"Wah, menurut saya, yang alami sajalah, Pak. Jangan dipaksa dengan obat 'kuat'. Kalau memang tidak bisa lagi karena penyakit, ya istri-istrinya saya pikir pasti maklum...." kata saya menjelaskan, karena indikasi obat kuat untuk pasien ini tidak penting-penting amat bagi saya, walau sangat penting bagi dia.
"Kalau perlu beli sendiri, tidak masuk BPJS, saya bersedia beli sendiri, Dok...." katanya menyanggupi, karena dia tahu obat yang APS (atas permintaan sendiri) boleh Si Pasien bayar tunai, bila buat surat pernyataan bersedia bayar sendiri, karena indikasinya bagi Si Dokter tidak penting sekali.
"Maaf, Pak. Aktivitas seksual untuk penyakit Bapak ini memang harus dibatasi. Kalau toh Bapak bisa 'kuat' secara alami. Itu juga jangan Bapaknya yang aktif, tetapi istrinya. Jadi obat kuat 'itu' yang Bapak maksud, sebenarnya sekarang ini malah berbahaya, karena malah mengganggu jantung. Tunggulah dia kuat sendiri, atau kalau memang tidak bisa kuat-kuat lagi, ya istrinya semua harus maklum...." kata saya.
Ini penting, karena sering kejadian bapak-bapak usia di atas 50 tahun ditemukan meninggal saat makan obat 'kuat' di hotel-hotel saat kencan dengan wanita lain. Sebagian besar hasil otopsi mengarah ke kelainan jantung dan ada kecurigaan makan obat kuat dahulu.
Apalagi untuk pasien yang istrinya sudah sama-sama tua, maka 'urgency' memberi pasien obat pemberi nafkah bathin ini sebenarnya tidak ada. Kalau dia punya istri sah yang lebih muda, itu risiko Si Bapak, harus menjelaskan kekurangkuatannya karena penyakit dan jangan memaksakan diri. Kalau Si Istri muda mengerti syukur, kalau tidak menerima ya dirundingkanlah jalan keluarnya.
Jadi, bukannya dokter pelit, tidak mau kasih obat kuat pada pasien BPJS yang sakit jantung berkomplikasi, karena harganya memang lumayan mahal, tetapi memang kontraindikasi si jantung dipaksa bekerja ekstra memompa darah ke sana-sini hanya untuk harga diri Si Bapak sebagai laki-laki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H