Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Atasi Gratifikasi terhadap Dokter, Adakan Seminar atau Kursus Dokter Murah!

9 Februari 2016   02:57 Diperbarui: 9 Februari 2016   12:47 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi - dokter menulis resep (Shutterstock)

Adanya rencana KPK membuat peraturan yang akan menghilangkan gratifikasi farmasi kepada dokter menuai pro dan kontra. Itu wajar, karena memang sebenarnya hubungan baik dokter dan farmasi terjalin atas dasar kepercayaan dan saling membutuhkan. Bisa jadi memang ada "janji" langsung atau tidak langsung dari farmasi sebagaimana dianggap gratifikasi bahkan cenderung suap, atau malah pemerasan (kalau si dokter yang 'pasang tarif' dahulu), padahal obatnya mutunya jelek. Tetapi ada kalanya memang obat yang dipakai sebenarnya bagus dan "kebetulan" ada dana promosinya.

Mengapa harus ada "gratifikasi", "suap". atau "pemerasan"? Ini karena memang pemain farmasi jumlahnya banyak, karena memang tidak boleh dimonopoli oleh pemerintah dan kalau pemainnya banyak, maka harus ada promosi. Promosi bisa ke dokter, bisa ke rumah sakit atau ke pemerintah.

Bila si dokter yang dijadikan target promosi, si dokter bisa gemuk sendiri. Bila rumah sakit yang dijadikan target promosi, rumah sakit bisa gemuk, tetapi obatnya mungkin tidak jalan, karena dokternya boleh jadi meresepkan obat generik semua karena kesal dan obat paten yang berpromosi lapuk di gudang. Bila pemerintah dijadikan target promosi, bisa jadi dinas kesehatan/pemda dapat uang, tetapi obatnya tidak dipesan oleh rumah sakit. Mengapa? Karena yang meresepkan obat tetaplah dokter, bukan direktur rumah sakit atau kepala dinas/kepala daerah.

Ketika undang-undang praktik kedokteran mewajibkan dokter untuk tetap mengikuti pendidikan kedokteran berkelanjutan (PKB) atau "continuing medical education" (CME), gratifikasi ke dokter yang biasanya berbentuk mentah, berubah menjadi bentuk seminar atau kursus yang mahal-mahal. Bila di dalam negeri dan di kota besar, uang registrasi antara Rp 1-5 juta, tetapi kalau dokter di daerah, perlu uang transport dan hotel 2-5 hari antara Rp 3-10 jutaan. Kalau seminarnya di Amerika Serikat, minimal Rp 50 juta koyak. Bila ada yang masih dapat "mentah", itu hanya dokter-dokter dengan praktik luar biasa laris dan si dokter luar biasa populer sehingga bisa masuk di daftar dokter yang mendapat uang ratusan juta sampai miliaran rupiah setahun.

Nah, supaya dokter tidak terlibat "gratifikasi", tetapi bisa terus mengikuti PKB, ada beberapa kemungkinan teknis pelaksanaannya, yaitu:

1. Setiap dokter diikutkan seminar/kursus minimal 50 SKP setahun oleh DEPKES tanpa dipungut biaya. Untuk itu, tiap kota harus selalu diadakan seminar/kursus yang cukup untuk setiap dokter dan setiap kolegium, dana dari APBN. Bagi dokter di daerah terpencil, uang akomodasi dan transport dibayarkan pemda dari APBD. Seminar tidak usah di hotel mewah, cukup di aula rumah sakit dan kalau perlu dokter menginapnya di bangsal pasien tempat seminar dilakukan yang sementara dikosongkan.

2. Dokter diwajibkan ikut meng-update kuliah dari guru-guru besar secara online, setara 50 SKP setahun yang dibuktikan dengan "absensi" di website tersebut. Jadi, tidak perlu lagi ada PKB/CME tatap muka.

3. Untuk dokter-dokter yang lagi pendidikan spesialis atau konsultan atau mau mengambil master, doktor atau profesor, semua dana untuk syarat ilmiahnya ditanggung oleh institusi/APBN. Mungkin dananya diambil dari jatah perjalanan dinas/studi banding instansi terkait.

4. Bila toh "terpaksa" meminta bantuan farmasi untuk mengikuti seminar/kursus yang mendesak akibat dana dari institusi atau dinas kesehatan belum datang, semua dilaporkan ke KPK dalam 30 hari kerja. Mudah-mudahan KPK tidak menjadi terlalu sibuk mengurusi laporan gratifikasi dokter yang bisa ratusan ribu setahun sehingga habis waktunya untuk mengurusi koruptor di bidang lain.

5. Kalau toh ada dokter yang mendapat tiket/hotel/registrasi simposium/kursus dan lupa melaporkannya ke KPK dalam 30 hari kerja, sebaiknya jangan dihukum penjara, tetapi cukup dihukum jadi dokter di klinik KPK selama masa hukuman, mereka lebih berguna di situ daripada di penjara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun