[caption id="attachment_313290" align="aligncenter" width="604" caption="Metal detektor di gereja (dokumentasi pribadi)"][/caption]
"Wah, keren. Sudah punya 'metal detector' kita ya bang?"Tanyaku pada salah seorang majelis gereja yang lebih tua umurnya.
"Dipinjami polisi, tadi semua yang masuk ke gereja harus lewat alat ini dan diperiksa barang-barang bawaannya. Kamu sih datang terlambat, jadi tidak diperiksa lagi."Katanya lagi, memang tanggal 1 Januari pagi itu kami sekeluarga terlambat masuk 30 menit.
[caption id="attachment_313291" align="aligncenter" width="604" caption="Polisi berjaga-jaga (dokumentasi pribadi)"]
![138872531420498327](https://assets.kompasiana.com/statics/crawl/557127f40423bda2178b4568.jpeg?t=o&v=770)
"Yang memeriksanya tadi abang ya?"Tanyaku.
"Bukanlah. Pak polisi yang dibawah itu. Selesai kebaktian, mereka jaga di bawah."Katanya.
"Terus kalau ada yang masuk ke gereja terlambat seperti kami dan membawa bom, bagaimana? Kan yang diperiksa saat mau kebaktian saja?"Tanyaku penasaran.
"Mereka lihat-lihat jugalah. Kalian sekeluarga kan tidak bawa barang mencurigakan dan banyak anak-anak. Kalau bawa ransel dan pakaiannya tidak cocok dengan jemaat lain baru mungkin dicurigai."Katanya.
Wah, jadi seru juga ada penjagaan seperti itu, setidaknya ada rasa aman dari ancaman teror yang konon direncanakan oleh sekelompok teroris yang tertangkap di Jakarta akhir tahun lalu.
Walaupun kita semua tahu, negara sebaik Rusia pun intelejennya masih bisa juga kecolongan teror bom bunuh diri dua kali akhir tahun ini.
Mudah-mudahan rasa ketidakadilan dan kemiskinan yang menjadi alasan suburnya terorisme segera teratasi, karena menangkap 1-100 teroris belum bisa mengatasi akar masalah, kalau masih banyak remaja dan pemuda sakit hati terjebak di kemiskinan yang curang, segala ideologi 'pembebasan dari penderitaan' akan sangat mudah dicerna dan dijadikan keyakinan.