"Kenapa bintang tiga setengah, Kus?"Tanyaku pada anak keduaku, Markus Siahaan yang baru umur 13,5 tahun.
"Karena film Boboiby the Movie pertama sangat bagus, yang sekarang sama bagusnya tetapi harusnya lebih bagus." Katanya dengan serius, mirip pengamat dan komentator politik yang membahas masa depan koalisi ini kemana, koalisi itu kemana.
Tetapi ada benarnya juga, kalau namanya "the movie" harus jauh lebih spektakuler dari film Boboiboy yang ada di televisi, maka kehadiran film yang dibioskop pertama kali sangat membuat ternganga dua anakku yang sudah remaja, Matius dan Markus.
Untuk gelaran yang kedua ini harusnya lebih spektakuler lagi, namun ternyata sama saja bagi mereka dari segi tehnik animasi dan suara, anak-anak belum terlalu membahas sampai filosofi dan pesan moral yang disisipkan, mungkin itu belum masuk ke kriteria mereka. Padahal bagi saya pribadi di film kedua ini lebih banyak disisipkan pesan moral yang lebih dewasa, antara lain:
1. Kekuatan elemental jangan dipisahkan tetapi disatukan, ini mengajarkan persatuan.
2. Pengakuan Pipi, balita anak pak guru Zola si "kapten kebenaran" yang mengatakan bahwa bapaknya lebih sering disuruh ibunya tidur di luar serta si guru ini ternyata takut sama istri.
3. Datuk Kansa yang mengajarkan Boboiboy serta Gopal cara meningkatkan ketangkasan dan ketepatan membidik sasaran meminta "bayaran" juga sesudah keduanya mampu ujian, ini menunjukkan tidak ada makan siang yang gratis. Kalau para politisi yang baru selesai pemilu melihat adegan ini maka mereka bakal tersenyum nyengir menyadari "pesan moral" atau "sindiran" ini.
4. Menyindir adegan di banyak film yang sering ada kata-kata "ceritanya panjang"....Dengan celetukan "pendekkan".... Ini bagus untuk memberi kesadaran jangan bertele-tele.
Kisahnya sederhana, bagaimana Bobiboy bertarung dengan Retak'ka yang ternyata adalah mahluk pertama yang menguasai kekuatan elemental. Dia dan Datuk Kansa bersama berlatih menguasai kekuatan itu namun akhirnya berkelahi karena ingin menguasainya sendiri untuk diri mereka masing-masing.
Retak'ka yang 100 tahun sebelumnya kalah dan terpenjara dalam tumpukan kristal, dapat lepas lagi akibat adanya sekelompok pengumpul kristal memasang bom di sebuah meteor untuk mendapatkan banyak kristal untuk dijual.
Dari sinilah kisah dimulai dan Boboiboy yang dikenal sebagai pemilik kekuatan super elemental dikejar oleh si alien untuk mendapatkan kekuatannya kembali.
Nizam Razak yang menjadi sutradara, penulis cerita sekaligus pengisi suara kapten kebenaran ,pak guru Zola cukup berhasil membuat anak-anak balita dan sekolahan yang ikut menonton sore kemarin tertawa-tawa dengan adegan-adegan lucu dan spektakuler namun "rate" untuk semua umur masih patut dipertanyakan karena semua adegan laga di kartun tersebut tetap saya anggap dewasa banget bagi anak-anak dan terkadang "rada" kejam.
Animonsta studio, produsen film ini cukup berani memajang film anak-anak ini serentak di negara-negara ASEAN pada 8 Agustus 2019 bertepatan dengan banyaknya perayaan kemerdekaan negara-negara asia tenggara dan dekat dengan lebaran haji yang tentunya berdekatan dengan munculnya film "action" dewasa seperti "Fast and Furious" atau film bertema kampus karena mahasiswa baru memasuki jadwal "OPSPEK".
Untuk musik yang digawangi Yuri Wong, lagu-lagu "scoring" dan lagu "full" yang dibawakan mengiringi suasana latihan Boboiboy serta Gopal sangat cocok untuk berdendang dan yang mengisi lagunya mirip-mirip gaya suara dan musik salah satu grup band kita, Gigi, entah benaran atau mirip doang, belum jelas,ya.
Pengisi suara di film ini sebagian besar tetap yang mengisi suara di film televisi yaitu : Nur Fathiah Diaz (Boboiboy) dan yang lainnya Fadzli Mohd, Rawi (Retak'ka), Muhammad Abdurrahman Solahuddin (Ochobot), Anas Abdul Aziz (Cici Ko, Adu Du, Probe, dan Tok Aba), Dzubir Mohammed Zakaria (Gopal), Nur Sarah Alisya (Yaya dan Hanna), Yap Ee Jean (Ying).
Bagi Markus Siahaan anakku yang saat ini paling sering juara kelas, bintang 3,5 itu wajar karena dia berharap lebih dengan membandingkan dengan film pertama "Boboiboy the Movie" namun bagi saya pribadi dapat mengajak nonton dua anak remaja lelaki sama-sama di malam minggu cukup mengasyikkan karena minimal mereka masih menganggap papanya layak diajak jalan-jalan bersama mereka dan mereka belum menganggap saya mahluk asing seperti Adu Du atau malah Retak'ka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H