Urusan kesehatan di Indonesia memang bukan hanya masalah BPJS Kesehatan, Â namun karena kepesertaan BPJSK yang hampir 85% rakyat Indonesia dengan masih banyaknya persoalan yang perlu dibenahi, Â maka tidaklah salah kalau presiden Joko Widodo mempertimbangkan mentri kesehatan mendatang disaring dari sejenis audisi mengenai kepahaman calon-calon mentri itu memperbaiki sistem BPJS Kesehatan menjadi lebih sempurna.Â
Beberapa pertimbangan yang harus dijabarkan antara lain:
1. Bagaimana mengatasi defisit BPJS Kesehatan yang terutama di kelompok swasta mandiri, Â kelompok ini adalah masyarakat yang tidak punya gaji dan bukan masyarakat miskin, Â maka kesadaran membayar iuran walau tidak sakit menjadi sangat rawan.Â
2. Bagaimana memberi "service extra" untuk PNS golongan 4 misalnya atau veteran atau perwira tinggi, Â yang tidak pernah sakit saat aktif tetapi sesudah pensiun merasa prihatin saat mencari kamar perawatan susah sekali, Â misalnya.Â
3. Bagaimana menyeleksi provider atau penyedia pelayanan kesehatan yang "serius" ber-BPJSK, Â setengah hati ber-BPJSK atau malah hanya formalitas ber-BPJSK. Â Ini penting karena hampir 6 tahun kelangsungan BPJS Kesehatan masih saja konsep "untung-rugi" terdengar kasus perkasus padahal sebenarnya secara global tidaklah rugi, Â walaupun tidak akan pernah sama dengan profit di pasien biasa.Â
Bila seorang mentri kesehatan mendatang sangat paham konsep ini, Â maka sisa 15% rakyat lain yang belum terpapar BPJS Kesehatan mudah-mudahan sudah punya asuransi lain yang meng-"covernya" di Indonesia ataupun di luar negeri.Â
Jadi, Â kalau masalah kesehatan di Indonesia sudah selesai dan semua subjek tersenyum puas, maka seperempat persoalan di negeri ini sudah selesai, presiden tinggal memikirkan 75% persoalan lainnya.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H