Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjalankan Nilai Pancasila Itu Ibarat Nikah Benaran atau Nikah Settingan

1 Juni 2019   16:32 Diperbarui: 1 Juni 2019   16:48 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama patung lilin Proklamator (dok.pri.)

Pancasila sebagai dasar negara sudah diterima sejak disahkannya Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 tanggal 18 Agustus 1945 dimana di pembukaannya terdapat kelima sila yang menjadi dasar pemahaman, perencanaan dan pelaksanaan hidup setiap warga negara Indonesia.

Bagi warga negara asing yang bukan nenek moyangnya tinggal di negeri ini atau bukan suku asli Indonesia, maka itu jelas sekali, bila mau menjadi WNI, ada syaratnya, antara lain mereka harus mengakui Pancasila, bendera merah putih, mengakui peraturan lain dan bila mereka ingkar atau "selingkuh" dari janji setianya, maka dapat dikembalikan ke warga negara sebelumnya.

Kalau WNI sejak bayi, suku asli, terkadang status warga negara itu seperti "instant" saja, maka ikrar dan janji setia kepada ideologi negara, undang-undang dasar negara dan segala peraturan yang berlaku dianggap tidak penting dilakukan. Maka jangan heran ada yang mengaku WNI, sejak lahirnya dan menuntut hak-haknya sebagai WNI, namun saat diwajibkan menjalankan pancasila sesuai kewajibannya (salah satunya sila keempat, berdemokrasi), maka merasa tidak seideologi dan menentang demokrasi itu sendiri.

Pancasila bagi mereka yang anti salah satu atau beberapa prinsipnya, ibarat pernikahan "settingan" yang saya beri contoh seperti salah satu teman sejawat saya, sebut saja namanya Bunga. Bunga sudah usia diatas 30 ketika dijodohkan dengan calon suaminya, yang pendidikannya juga tinggi, keluarga terpandang namun usianya juga tidak muda lagi, sebut saja namanya Kumbang. Setelah berkenalan beberapa bulan, kedua keluarga sepakat menikahkan keduanya, namun setelah menikah pasangan suami istri ini masih tinggal berbeda kota dan berbeda pulau pula. Singkat cerita, mungkin dalam sebulan si suami sehari-dua hari datang ke Palembang dan terkadang tidak datang.

Sekitar setahun atau dua tahun, mereka menjalaninya begitu-begitu saja dan si Bunga yang masih usia produktifpun tidak kunjung hamil. Ayahnyapun penasaran mempertanyakan hal ini dan akhirnya setelah diinterogasi lebih mendalam, ternyata Bunga mengaku selama ini suaminya si Kumbang tidak pernah menggaulinya selayaknya suami istri. Kalau datang, mereka hanya mengobrol dan makan bersama, namun si suami tidak pernah "meminta" sementara si Bunga tidak berani juga "menyerang" duluan.

Marah dan kecewa, bapak si Bungapun menemui tuan Kumbang menanyakan "keanehan" pernikahan mereka dan entah apa jawaban si kumbang, akhirnya kedua suami istri inipun bercerai. Kesannya, memang si Kumbang melakukan pernikahan tersebut hanya untuk "settingan", untuk statusnya punya keluarga dan dapat memiliki istri pendamping saat dibutuhkan untuk acara di kantornya. Tetapi hakekat keluarga yang bahagia, jasmani rohani, berketurunan, punya cita-cita dan mendidik anak dengan bahagia, si Kumbang tidak peduli dan tidak butuh itu.

Menghayati dan menghayati Pancasila secara total itu seperti menikah "serius" dan benar-benar menyatu seluruh keluarga dan kita serta kita dan keluarga. Menghayati Pancasila setengah-setengah dan menjalankan nilai-nilainya sebagian saja, tetapi tidak setuju dengan sila-sila yang lain, atau hanya mengaku ber-Pancasila di bibir saja tetapi sebenarnya lebih mencintai atau selingkuh dengan ideologi lain, itu mirip dengan pernikahan "settingan" yang seharusnya diinterogasi serius dan kalau memang benar lebih mencintai yang lainnya, ceraikan saja menjadi warga negara Indonesia.

Maka, seharusnya saat usia sudah 17 tahun, saat mau dibuatkan KTP, setiap WNI ditanya lagi komitmennya berbangsa dan bernegara, supaya jangan terulang lagi banyak anak muda yang ternyata lebih menjiwai musuh Pancasila daripada dasar negara kita sendiri.

sumber: Dokumentasi KOMPAL
sumber: Dokumentasi KOMPAL

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun