"Bapak saya nyeri dada dan lemas, Â dok. Â Mual dan muntah juga.... "Kata anak lelaki si pasien khawatir.Â
Lalu saya memeriksa rekam jantung, Â laboratorium dan ronsen dada sesudah pemeriksaan fisik.
Didapat ada tanda sumbatan jantung dan asam lambung yang sangat "ribut" menimbulkan suara peristaltik di perut.Â
"Masih memikirkan pemilu kemarin? " Tanya saya berbisik kepada si anak, Â jangan sampai didengar bapaknya.Â
"Iya, Â dok. Â Suara saya hampir dapat kursi, Â tetapi sayangnya belum kesampaian. Saya sih sudah menerima dan mulai melupakan itu, Â tetapi bapak masih kepikiran. "Keluh si anak.Â
Anak si pasien ini salah satu caleg pemilu kemarin, sudah duluan "KO" Â beberapa hari sesudah pemilu karena kurang tidur, banyak minum kopi dan makan nasi bungkus pedas bersantai beberapa hari saat mencari data C1 daerah pemilihannya dan terkena hujan beberapa kali.Â
Gejalanya demam tinggi dan mual -muntah, Â diagnosisnya faringitis akut dan gastritis akut. Tapi si anak tidak berpenyakit jantung kronis. Diberi antibiotik, Â antiradang, Â antidemam dan obat antiasam lambung, terjadi perbaikan dan dalam 3 hari sudah pulang.Â
Namun ternyata,  beban pikiran ikut pemilu si anak juga mempengaruhi keluarganya langsung ataupun tidak langsung.  Apalagi orang tua yang sudah memiliki penyakit jantung  atau penyakit kronis lainnya,  bukan tidak mungkin akan menjadi lebih berat. Selain obat jantung,  pengencer darah dan obat asam lambung,  diperlukan terapi psikologi baik obat maupun non obat.
Selama menjadi dokter tahun 1997-2019 ada belasan pasien yang mengaku caleg atau tim suksesnya yang saya rawat setelah pemilihan umum. Biasanya yang kalah yang "tepar", walaupun yang menangpun ada yang lemas karena diare salah makan.
Makanya, saat melihat berita di media sosial maupun media mainstream bahwa tim sukses caleg dan capres atau relawan yang masih "garang" memperjuangkan pemilu untuk sesuai keinginannya, Â terlihat jelas wajah-wajah lelah, Â stres dan emosi tinggi.Â
Sudah hampir sebulan mereka merasa "tegang" begitu,  belum termasuk masa kampanye dan persiapan pencoblosan.  Libur sejenak 3 sampai 7 hari ke pantai atau ke gunung mungkin dapat membuat hatinya "fresh" dan siap memulai "ketegangan baru" lagi sesudah 22 Mei dengan fisik dan mental yang lebih siap,  entah siap menerima hasilnya atau siap "berjuang" ke tahap  berikutnya yang konstitusional atau liar.Â