Mengenal nama Jokowi pertama kali, saya dengar di Kompasianival pertama, 10 Desember 2011 di FX Sudirman, Jakarta. Saat itu sudah ada kasak-kusuk PILKADA DKI 2012 dan di Kompasiana ternyata banyak penulis kanal politik atau wartawan politik atau memang simpatisan partai politik yang tampaknya bersepakat Jokowi itu layak "diangkat" karir politiknya ke tingkat lebih tinggi, karena "saat itu" dianggap berprestasi oleh banyak kompasianer. Nama Ahok juga cukup terdengar karena rencananya beliau mau maju di jalur independent saat itu.
Saya yang tadinya di awal masuk Kompasiana hanya berkutat di tulisan cerpen, humor, puisi dan kesehatan, tertarik ikut "nimbrung" membahas PILKADA DKI 2012 dan salah satu tulisan saya malah "headline" yaitu "postingan" ini. Padahal saya bukan warga DKI, namun ikut-ikutan, karena di Kompasiana, kabarnya banyak dibaca orang Jakarta saat itu (saat ini juga, dong, ah...).Â
Ada kepuasan tersendiri ketika Jokowi-Ahok menang, serasa ikut berjuang padahal di PILKADA propinsi dan kotamadya sendiri aku sebenarnya cuek. Yang menarik, saat saya sadari, Jokowi berkampanye dengan dana kebanyakan dari para sponsor, karena memang terkesan dia ke Jakarta "diminta" atau "dipinang" dan bukannya sungkem minta dukungan dahulu.
Sebelumnya, saya pun mendengar, beliau di Solo tahun 2005, diajak oleh FX Rudi mengikuti pilkada, juga karena PDIP belum menemukan calon yang pas dari partainya sendiri dan mendengar Jokowi sudah keliling ke partai lain, namun tidak mendapat posisi akibat semua partai lain ada calon internal.
Belum selesai "euforia" kemenangan Jokowi-Ahok di Jakarta yang dilanjutkan gebrakan mereka dalam menata ibu kota yang "heboh" dan sering diulas media, tiba-tiba Kompasiana yang masih ada Kang Pepih Nugraha-nya menerbitkan buku "Jokowi (Bukan) Untuk Presiden" pada bulan September 2013 hasil penulisan 40 Kompasianer tentang Jokowi yang dibukukan, selengkapnya dilihat disini.
Namun apa daya, pileg 2014 yang dimenangkan oleh PDIP membuat "pusing" banyak elite politik di negeri ini, karena survey-survey tetap menjagokan Jokowi sebagai presiden. Apakah survey itu dibayar Jokowi? Tidak ada yang dapat membuktikannya, malah dia memang nyata-nyata terpilih saat pilpres 2014, berarti surveynya sesuai kenyataan.
Walau hidup sederhana semasa kecil dan sekolah di Solo, kuliah di UGM, lalu kembali ke Solo menjadi pengusaha meubel, menjadi walikota,berlanjut gubernur, sampai akhirnya menjadi presiden semua terjadi seperti mengalir begitu saja dan banyak dana kampanye sebenarnya berasal dari orang lain. Jokowi tidak pernah bermasalah di pekerjaannya, malah banyak prestasi dicapainya.
Urusan keluarga, maka Jokowi punya istri yang ideal, anaknya 3 dan sudah punya cucu yang lucu pula, semua terlihat sangat "lempeng", sederhana tidak banyak gejolak ataupun prahara yang membuat berita-berita negatif yang meresahkan masyarakat.
Jadi, awal saya menjadi suka dan ikut-ikutan mempromosikan Jokowi sebenarnya karena saya bergabung di Kompasiana, tertarik dan akhirnya ingin dia terpilih entah dimana saja dia mengabdi. Tetapi tahun ini, saya sebenarnya ingin memilih dia karena alasan yang lebih personal, lebih manusiawi, saya ingin perjalanan hidup saya dalam karir, berkeluarga, berteman dan berinteraksi sosial mendekati Jokowi yang "lempeng banget, dah". Saya tidak suka yang rumit-rumit dan penuh liku-liku romantika kehidupan.
Intinya, saya memilih Jokowi saat ini karena ingin "ketularan" nasib baiknya yang hanya dalam 9 tahun dapat menjadi presiden dari "hanya" wali kota dan ingin "tertular" kehidupan berkeluarganya yang sangat-sangat adem.