"Kita rayakan ultahmu sambil nonton film, ya. Dua film 45 ribu, murah,kan?"Tawaran saya kepada mamanya anak-anak yang ulang tahunnya 30 Maret, sama dengan hari film nasional.
"Ok, tetapi aku menyusul,ya. Ada acara lain dahulu..."Katanya dan memang si nyonya baru sampai di lokasi pukul 19.00 malam, di Heavenly Land, jalan Radial Palembang, acara "Hari Film Nasional", yang diadakan Palembang Movie Club yang panitianya mbak Ira dan kawan-kawan (5 W+ 1 H buanget,ya?).
Awalnya penonton yang jumlahnya kurang lebih seratusan orang diberikan kursi, namun karena film-film pendek pertama memakai bahasa Jawa dan harus membaca terjemahannya, tidak terlihat dari belakang, panitia memutuskan menontonnya lesehan.
Asli deh mirip layar tancap di desa-desa, tetapi tidak ada yang menggerutuh dan semua serius menonton lalu berdiskusi mengenai 4 film pendek karya sineas Wregas yang beberapa kali memenangkan festival di dalam dan di luar negeri.
Sekilas kami saling pandang karena serasa "ditodong" padahal ilmu perfilman kita baru sebatas penikmat belum pembedah sinematografi ataupun cerita ataupun editing apalagi tata suara dan musik.
Untung ada mbak Sumarni yang dosen di bidang sinematografi mengambil tanggung jawab beban memberi tanggapan itu dan memberikan apresiasinya dengan bahasa film yang lumayan kena di komunitas tersebut, intinya KOMPAL enggak malu-maluin di acara ini.
Ada istirahat 30 menit, dimana panitia memberikan "voucher" makan 20 ribu di salah satu restoran suki di gedung itu yang punya konsep "bar" dengan makanan suki yang berputar searah jarum jam. Perpiring didapuk 15.000, selain ada juga makanan "ala carte". Lumayanlah untuk mengganjal perut, walaupun untuk kenyang-kenyang banget harusnya di restoran padang, kali,ya?
Dan asyiknya menonton film yang tidak dimengerti di awalnya, tetapi saat didiskusikan, baru "ngeh" apa saja roh si film dan pesan-pesan moral yang terkandung di dalamnya. Intinya jangan sekali-sekali menonton film festival kalau tidak ada teman yang mengerti film festival.