Survey adalah penelitian dimana sampel diambil dengan metode tertentu, diberikan pertanyaan yang sama dan jawabannya diolah oleh tim surveyor.
Nah, survey yang rasional, kalau pengambilan sampelnya pun memakai metode yang acak, berjenjang, kalau perlu "double blind" dengan jumlah sampel setepat mungkin dengan batas kepercayaan yang diinginkan.
Jadi, yang perlu kita pertanyakan dalam sebuah survey yang mengaku rasional atau independen atau netral adalah:
1. Keberpihakan surveyor atau kejujuran surveyor dalam mengambil, mengolah dan mempresentasikan data.
2. Cara mengambil sampel, apakah tanpa metode atau bemetode acak, apakah bertambah rumit, acak berjenjang, misalnya tiap propinsi, tiap kota atau malah tiap kelurahan ada wakil dan ada penyesuaian jumlah penduduk, desa dan kota.
3. Batas kepercayaan, ini memperlihatkan apakah point 1 dan 2 diatas berdasarkan teori statistik "dihargai" berapa. Kalau 99% maka lebih dapat dipegang daripada 95%.
Survey internal, ini beda sedikit atau agak banyak dari yang diatas, karena sudah barang tentu tergantung niat yang membuat atau menjalankan survey. Kalau sekedar mensurvey kalangan sendiri, misalnya sebuah rumah sakit menanyakan pasien tentang kepuasan pelayanan di rumah sakitnya, maka cenderung perawat memberi kuesioner ke pasien yang pulangnya sembuh dan senyam-senyum berterima kasih. Jarang sekali kertas kuesioner dimintakan mengisi kepada keluarga pasien yang baru saja meninggal atau baru saja marah-marah karena infusnya habis tidak ketahuan.
Tujuan survey internal masih mungkin ingin mendapat hasil yang jujur, tetapi sangat sulit dijalankan di lapangan kalau yang menjadi surveyor adalah orang-orang dengan "semangat juang tertentu".
Lalu apakah itu survey interlokal dan survey emosional? Mohon maaf, itu cuma pemanis judul saja, boleh diabaikan, susah cari literaturnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H