"Apa itu?" Tanya saya ketika para perawat seperti ribut memperebutkan sesuatu dua minggu yang lalu.
"Bibit bunga matahari, dok. Dokter mau?"Tanya mereka.
"Oh, boleh. Saya suka bunga. Daripada mengurusi sebut saja namanya bunga, mending mengurusi bunga beneran." Kataku sambil tersenyum simpul tanpa kesimpulan.
"Ditanamnya agak dalam, ya, dok. Seperti menanam jagung." Kata suster yang punya bunga, mengajari filosofi penting dari kehidupan yang diambil dari menanam bunga matahari ini.
"Memangnya kenapa, suster, harus sedalam apa?"Tanyaku penasaran.
"Dua sampai 3 sentimeterlah dok dicangkulkan sedikit. Memang tumbuhnya keluar permukaan tanah agak lama, tetapi akar dan daya tahannya lebih kuat."Jawab si suster biara yang mengurusi taman rumah sakit.
Mungkin filosofinya untuk hidup ya itu tadi, orang yang hidupnya terlalu enak, terlalu cepat sukses, apa-apa disiapkan dan disuapi akan sulit bertahan menghadapi persoalan kehidupan yang berat. Sementara mereka yang untuk mendapatkan posisinya perlu perjuangan agak dalam, di lingkungan kerja dengan persaingan yang keras, maka dapat bertahan agak lama dan bukan tidak mungkin akan mencapai kesuksesan lebih besar dari yang diimpikan.
Maka, saat kau sedih diguncang masalah pekerjaan yang berat dengan tantangan yang membuat penat, anggaplah kau sedang ditanam di kawah candradimuka seperti benih bunga matahari dan berharap saat semua cobaan itu selesai, kau layak mendapatkan mahkotanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H