Debat pemilihan presiden pertama besok, 17 Januari 2019 sebenarnya tidak benar-benar "barang baru" bagi tiga kontestan, yaitu Joko Widodo, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, karena pernah mengalami perdebatan yang serupa beberapa waktu lalu dalam pilpres maupun pilkada sebelumnya.
Berbeda dengan KH Ma'ruf Amin yang benar-benar baru mengalami proses pemilihan umum resmi ini secara terbuka, "head to head" ataupun "face to face" beradu gagasan, beradu kecerdasan dan beradu gaya menyerang maupun menangkis serangan lawan dengan "smash" "drop shot", "netting" maupun "ace service".
Setuju atau tidak, bagi saya perdebatan di televisi tidak selalu menentukan kemenangan di hari pencoblosan suara, karena memang memimpin sebuah negara itu sebenarnya tidak perlu berdebat, yang penting tahu permasalahan prioritas dan mampu mencari pemecahannya sambil dengan sabar membersihkan benalu-benalu dan parasit-parasit yang menghisap anggaran negara dengan cara elegan, tetapi pasti.Â
Kenapa harus elegan, karena biasanya mereka-mereka ini punya pengaruh, kalau diberangus secara tiba-tiba dapat saja melawan ramai-ramai. Kecuali si pemimpin negara itu sendiri adalah "ratunya" benalu dan parasit, maka 5 tahun ke depan rakyatnya pasti kurus kering.
Pak Kiyai, dalam perdebatan nanti saran saya, jangan terlalu diarahkan tim sukses menyerang pelanggaran HAM masa lalu pihak lawan, karena memang itu semua orang sudah pernah tahu ceritanya. Tetapi apakah tuduhan itu pasti benar atau pasti salah? Saya belum mendengar adanya keputusan pengadilan tentang hal ini.
Mungkin, ada sisi menarik dari pihak Prabowo yang dapat ditanyakan, namun penting untuk sama-sama dipelajari, tentang bagaimana beberapa aktifis yang tadinya mengaku diculik di tahun 1998, ternyata sekarang ada di kubu dirinya, apa rahasianya, apa proses yang terjadi sehingga terjadi peristiwa yang pasti bernuansa humanis ini. Â
Ini bukan pertanyaan menyerang, ini juga mungkin malah membuat lawan mendapat simpati, tetapi  minimal membuat perdebatan tidak melulu mengenai kalah atau menang dan Ma'ruf Amin dapat memposisikan diri sebagai personal yang cinta damai.
Intinya, sebagai ulama yang dihormati, sebaiknya perdebatan itu menjadi lebih sejuk, pak Kyai jangan menjadi emosi menjawab pertanyaan misalnya tentang terbitnya fatwah penistaan agama yang dilakukan Ahok dan jangan ungkit-ungkit soal penculikan atau pembunuhan para aktifis tahun 1997-1998, karena memang belum ada keputusan pengadilannya.Â
Debat kusir mengenai itu malah sudah ada sejak pemilihan presiden tahun 2009 masih tidak berujung. Terlihat galak saat debat mungkin memuaskan hati para pendukung, tetapi boleh jadi membuat pemilih mengambang ("swing voter") tidak suka dan ke lain hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H