"Boleh tidak, patah tulangnya kami urut saja?" Tanya ibu pasien patah tulang usia 15-an tahun yang baru mengalami kecelakaan, kepada dokter jaga UGD (unit gawat darurat).
"Aduh, janganlah, bu. Itu tulangnya patahnya komplit, saraf-saraf dan ototnya juga sudah berubah posisi semua. Kalau diurut, mungkin saja tulangnya tersambung lagi tetapi posisinya tidak normal lagi dan fungsinya akan terganggu. Kemungkinan nanti cacat,kasihan kalau kerja atau olahraga." Kata si dokter.
Si ibupun sambil menangis akhirnya setuju si pasien dirawat dahulu untuk mengurangi rasa sakit dan membersihkan luka-luka si anak. Untuk operasinya dia mau berembuk dahulu dengan keluarga yang lain.
Saya biasanya untuk operasi dikonsulkan untuk jantung dan parunya, sementara menyimpulkan si pasien layak operasi.
Seringkali memang masalah kecelakaan dan patah tulang ini berakhir ke dukun urut patah tulang karena biaya dan kalau mau pakai BPJS Kesehatan harus mengurus Jasa Raharja dahulu, sebelum mengurus jasa raharja harus mengurus ke polisi dahulu. Nah, remaja usia 15 tahun belum tentu sudah ada SIM, berurusan dengan polisi nanti jadi bermasalah pula.
Memang kalau dibiarkan dan dilurus-luruskan saja pakai tangan, tulang belulang itu posisinya mendekat dan dapat saja nyambung kembali. Tetapi letaknya sebagian besar tidak persis kondisi normalnya, maka jangan heran hasilnya akan terjadi kelainan fungsi saraf dan berkurangnya koordinasi gerakan otot sehingga dapat disebut cacat.
Maka sebaiknya untuk remaja yang masa depannya masih panjang, bekali dengan nasehat tertib lalu lintas dan hanya dapat membawa kendaraan bermotor kalau sudah mendapat SIM yang resmi tanpa "nembak". Dan kalau ada terjadi kecelakaan yang berujung patah tulang, lakukannya pengobatan kedokteran sesuai indikasi, karena lebih baik mengembalikan ke fungsi gerak fisiologisnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H