Di lingkungan dokter-dokter di kota Palembang saat ini ada obrolan menarik tentang adanya embrio (hasil pembuahan sperma dan ovum) hasil proses pembuahan diluar tubuh si ibu, alias pembuahan di media buatan lain dan diistilahkan program bayi tabung yang saat ini yatim piatu.
Pasangan itu tadinya pasien salah satu teman sejawat, namun melanjutkan program pembuahannya di ibukota.
Konon, suami-istri peserta program bayi tabung ini melakukan "pembuahan buatan" di salah satu klinik yang canggih di Jakarta dan sambil menunggu hasilnya matang dan embrio siap ditanamkan ke rahim sang ibu, pasangan ini pulang dahulu ke kotanya di seberang pulau dan malang tidak dapat ditolak konon pesawatnya mengalami musibah, orang tua si embrio tidak selamat.
Seharusnya, memang saat proses pembuahan dan penanaman si jabang bayi, misalnya perlu beberapa hari, sang ibu jangan jauh-jauh dari calon bayinya, mengingat kondisi pembuahan diluar itu prinsipnya tetaplah harus dibawah pengawasannya sebagai "inang" yang akan dimasukkan embrio ke rahimnya.
Misalkan ada pencuri yang masuk laboratorium dan mengambil cawan atau tabung yang ada si embrio, maka si ibu ini harus mengejar si pencuri sekuat tenaga karena telah menculik buah hatinya.
Program bayi tabung di Indonesia pertama lahir tahun 1988 dan tahun 1990 telah ada peraturan menteri dan fatwah Majelis Ulamah Indonesia mengenai ini. Pada prinsipnya kalau bibit-bibitnya milik suami istri yang sah, tidak bermasalah.
Pembuahan di luar ("invitro") ini dilakukan kalau ada masalah di ibu, misalnya saluran telur kurang baik, ada endometriosis, jadwal menstruasi tidak teratur dan masalah si ayah, jika sperma sedikit, sperma tidak dapat menembus lendir Leher rahim dan mungkin ada antibodi Ibu pada sperma si ayah. Selengkapnya dapat dilihat di bacaan dibawah ini.
Kebingungan terjadi, bila embrio embrio yang jadi dan siap ditanam ke rahim ibu aslinya ini kehilangan si ibu akibat ada musibah, padahal biaya untuk sampai terbentuknya si embrio-embrio itu ratusan juta rupiah, apa yang dapat dilakukan?
Membuang si embrio mungkin jawaban paling mudah, tetapi bayangkan kalau embrio ini keturunan satu-satunya dari ayah ibunya yang sudah tiada dan ayah serra ibu ini adalah anak satu-satunya pula keturunan keluarga kakek-nenek si embrio. Bagi suku-suku yang memiliki nama marga, keturunan langsung itu penting, maka mungkin saja akan dicari "inang pengganti" untuk si embrio.
Dapatkah itu dilakukan di Indonesia? Secara hukum kita, tindakan ini dilarang, namun mungkin saja si embrio ditanam di negara tetangga yang mengijinkannya. Jadi si embrio dan calon inangnya dibawa ke klinik di luar negeri yang sanggup melakukan penanaman embrio. Yang boleh mengambil si embrio adalah ahli waris ayah-ibunya.
Kejadian ini dapat diambil hikmahnya, sebaiknya jangan meninggalkan anak-anak tanpa pengawasan kita, walaupun masih dalam bentuk embrio. Kecuali yang dititipkan dapat dipercaya dan kita yakin dapat mengambilnya kembali suatu saat nanti tepat waktu.