"Terakhir, saya bertemu penerbit ini yang mau menerbitkan tanpa revisi lagi, barulah novel "Phi" ini jadi..." Kata mas Pring, penulis yang telah menyimpan naskah ini sejak 2014, tentang pengalaman hidupnya sebagian di Palembang, Bandung dan Sumba Nusa Tenggara Barat.
Dia menyertakan buku ini pada perlombaan di Dewan Kesenian Jakarta 2014 dan mendapat apresiasi yang cukup baik, selanjutnya memberanikan diri mengajukannya ke penerbit.
Disuruh revisi dilakukannya, lalu saat mau diterbitkan, batal. Pindah ke penerbit lain, juga sama, minta direvisi, mau diterbitkan, batal. Terakhir ada penerbit selanjutnya berminat, minta direvisi juga, Pringnya sudah tidak mau dan otomatis batal.
Akhirnya yang terakhir inilah penerbit yang mau menjadikan si novel tanpa didandani lagi. "Deal", lanjutkan!
Â
Pada intinya, menurut mas Pring, "Phi" adalah angka 1,618 sekian-sekian, tentang segala sesuatu di bawah matahari sudah ada ketetapannya, tidak ada yang baru, tetapi kita harus membuat pembaharuan sedikit sebagai pembeda.
Ilmu filsafat, rumus fisika, rumus algoritme bahkan penyimpangan Hukum Mendel diramu di novel ini dengan gaya "flash back" yang mengasyikkan.
Para pengunjung bedah buku ini dari komunitas Litetasi Jalanan Palembang banyak menanyakan proses kreatif pembuatan novel, buku puisi dan cerpen sebelumnya dan cita-cita kedepannya.
Pringadi yang lahir tahun 1988 ini mungkin suatu saat akan meninggalkan PNS-nya di Departemen Keuangan dan "fulltime" menulis bila sudah siap moril maupun materiil. Tetapi selagi dunia literasi kita masih sulit diselami bisnisnya, tidak jelas pembayarannya,maka tidaklah berani profesional sepertinya banting setir jadi sastrawan. Setuju saya kalau prinsip yang satu ini.
Okelah, selamat Pringadi untuk novel barunya, mudah-mudahan jadi "best seller". Kami dari Kompasianer Palembang dan Kompasianer non Palembang mendoakan. Setuju?