"Dok, Â mengantuk, Â ya? " Tanya perawat poliklinik ketika mataku menjadi sendu dan aku mulai menguap di pukul 11.30 siang.Â
"Iya, Â aneh juga ini. Â Pasien baru tiga puluhan, saya tidur semalam pukul 22 dan sarapan cukup, Â kok mengantuk, ya?" Saya pun penasaran, Â karena terkadang memang mata dan otak seakan tidak dapat dikendalikan, Â maunya istirahat total atau terpejam sementara pekerjaan masih banyak.Â
Pasien yang antri di luar praktekpun ada beberapa yang mengaku  mengantuk dan saat namanya dipanggil,  mereka tidak mendengar dan ada yang terpaksa dilewati untuk dipersilahkan pasien antrian sesudahnya didahulukan.Â
"Dokter tidak enak badan? Sedang banyak pikiran?" Selidik perawat poliklinik sembari menyarankan saya cuci muka dan kumur-kumur dahulu sebelum memulai pasien berikutnya.Â
"Oh, Â tidak. Saya baik-baik saja. Â Mungkin masalah saya disini." Kata saya sambil mengambil "remote air conditioner" yang menunjukkan angka 20, posisinya dekat dengan tempat cuci tangan.Artinya suhu di ruangan praktek saya adalah seperti di daerah pegunungan itu dan pengaruhnya sangat membuat mengantuk.Â
Akhirnya suhu di ruangan saya naikkan menjadi 25 derajad celcius dan kondisi yang agak gerah ini justru membuat rasa kantuk hilang dan saya lebih konsentrasi memeriksa pasien.Â
Cuaca dingin memang membuat syaraf otonom tubuh mengaktifkan yang parasimpatik dengan efek menurunkan denyut jantung, Â menurunkan aliran darah ke otak, Â pencernaan dan efeknya membuat tubuh siap-siap istirahat. Â Berbeda kalau suhu dinaikkan, Â maka efek antisipasi terhadap stress digalakkan yang berperan saraf simpatis yang bersifat memacu jantung dan aliran darah.Â
Intinya, Â kalau anda bekerja di sebuah tempat yang terlalu sejuk dan mengantuk, maka buatlah pemanasan agar pekerjaanmu selesai dan tidak jadi tertidur.Â