Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

"Bapak Ini Kemarin Berobat di Rumah Sakit Lain, Diagnosisnya Kok Sama?"

8 Agustus 2018   11:56 Diperbarui: 8 Agustus 2018   12:17 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jejak digital berobat (dok. Pri)

"Mohon maaf,  dok.  Pasien nomor 8 atas nama tuan "X", kita batalkan kontrol ke poliklinik penyakit dalam, karena ada masalah di "history"-nya." Lapor petugas registrasi saat ditanya mengapa si "X" berkali-kali dipanggil tidak menyahut. 

"Maksudnya "history" bagaimana, sih? " Tanya saya penasaran,  empat setengah tahun berkecimpung di pelayanan BPJS Kesehatan selalu saja bertemu hal-hal baru baik yang berpengaruh positif maupun negatif terhadap pelayanan medis. 

"Kemarin,  tuan "X" terekam sudah berobat di rumah sakit "A" dengan diagnosis rujukan yang sama.  Lucunya dua hari sebelumnya yang bersangkutan tercatat pula berobat di rumah sakit "B" dengan diagnosis sama dan kronis pula.  Kami laporkan ke kantor BPJS Kesehatan untuk ditindaklanjuti."Lanjutnya lagi. 

Saya hanya dapat geleng-geleng kepala setelah tahu si pasien ini dalam seminggu dapat berobat ke 3 rumah sakit yang berbeda,  diagnosis rujukannya penyakit kronis yang sama dan dapat rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang sama, kemungkinan oknum petugas pemberi rujukan orangnya sama. 

Ternyata si pasien "mengincar" obat semprot ("inhaler") saluran napas yang harganya mendekati 500 ribuan. 

Korupsi kecil-kecilan seperti ini pasti bukan diajari oleh pejabat tingkat tinggi,  tetapi kreatifitas oknum petugas kesehatan dan oknum pasien "level" rendahan,  yang walaupun terkesan receh tetapi kalau banyak yang mencontoh,  pasti bocornya lumayan. 

Makanya kewajiban petugas pendaftaran BPJS Kesehatan melihat jejak digital pengobatan semua pasien untuk menghindari kecurangan (fraud) versi si pasien,  karena dapat saja rumah sakit dicurigai ikut curang kalau meloloskan beliau-beliau berobat.

Apakah hukuman untuk si pasien yang terbukti "fraud"? Belum ada berita resmi diungkap,  termasuk yang suka minta pena insulin sampai 9 buah di masa lalu, karena menyangkut hak azazi,  tetapi kalau yang "fraud" dokter atau rumah sakit,  biasanya hukumannya lebih tegas,  bahkan dapat langsung ke KPK dan jaksa, disini memang terasa kurang berimbang resiko hukumnya.

Intinya,  BPJS Kesehatan saya dukung untuk mendeteksi semua kebocoran yang layak disumbat,  kalau alasannya jelas dan tepat. Dan bagi yang merasa kehilangan peluang  dapat keuntunganpun boleh mengajukan keberatan melalui Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya kota atau provinsi,  maupun Dewan Pertimbangan Medis,  tetapi jangan melalui jalur politik,  susah nyambungnya. 

Dari FB Kompal
Dari FB Kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun