"Fisioterapi di rumah sakitmu tetap jalan?"Tanya mamanya anak-anak suatu pagi.
"Masih, kami punya dokter spesialisnya, kok."Jawab saya.
"Iya, itu ada puluhan rumah sakit pelayanan fisioterapinya tidak dibayarkan BPJS Kesehatan, karena tidak ada dokter fisioterapisnya. Kasihan,kan, pasiennya sudah tua-tua.."Katanya lagi.
Sayapun hanya mengiyakan dan lanjut permisi ke rumah sakit untuk praktek.
Permasalahan pelayanan fisioterapi ini pernah saya ikuti di rapat Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB) regional Sumatera Selatan-Bengkulu-Bangka Belitung awal tahun lalu di Bangka, permasalahannya sama, banyak rumah sakit punya peralatan fisioterapi, punya fisioterapis setingkat diploma 3, tetapi tidak memiliki dokter spesialis rehabilitasi medis disana. Pertanyaannya adalah apakah ini layak dibayarkan?
Yang menarik adalah semua rumah sakit tahu bahwa Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (Sp KFR) itu sangat langka, tetapi alat fisioterapi masih diadakan, berarti memang pelayanannya tidak berbasis spesialis, hanya fisioterapis saja, ini dapat saja dimaklumi untuk pasien "non BPJS Kesehatan", tetapi untuk BPJS Kesehatan saat ini orientasinya kalau rumah sakit haruslah dokter spesialis.
Mengapa rumah sakit-rumah sakit tidak mengirim staf medisnya untuk sekolah Sp.KFR? Pertanyaan ini dapat dijawab dua versi, pertama tentu saja pendidikan Sp.KFR tidak sebanyak pendidikan spesialis 4 dasar seperti penyakit dalam, kebidanan, bedah dan anak yang hampir setiap universitas negeri ibu kota propinsi memilikinya.Â
Adanya paket fisioterapi yang dibayarkan BPJS Kesehatan tidak pula membuat penerimaan dokter calon spesialis Sp.KFR menjadi 'jor-joran" dan "massal", tetapi terkesan tetap selektif dan sesuai kemampuan staf pengajar serta jumlah laboratoriumnya.
Alasan kedua, rumah sakit-rumah sakit "ragu" menyekolahkan orang untuk spesialis langka ini, karena mungkin saja sesudah tamat si spesialis 4-5 tahun kemudian peraturan tentang Fisioterapi mungkin saja berubah lagi, kalau menjadi tidak dibayarkan lagi karena dianggap tidak "live saving", bagaimana, coba?
Sebenarnya fisioterapi tidak dilarang dilakukan di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) dengan pengelolanya fisioterapis dan bukan spesialis KFR, tetapi pembayarannya akan ikut kapitasi, bukan paket khusus seperti di rumah sakit.Â
Ujung-ujungnya memang masalah pembayaran, karena BPJS Kesehatan berpatokan bahwa rumah sakit itu adalah ranahnya spesialis, sementara rumah sakit berpatokan yang penting kami melakukan pelayanan dan pelayanan itu ada didaftar yang dibayarkan, pelaksananya boleh siapa saja.