Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

BPJS Kesehatan Tidak Melarang Internis Meresepkan Obat "Inhaler"

29 Juli 2018   02:24 Diperbarui: 29 Juli 2018   08:05 925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam ke 23, PAPDI Jakarta, 28 Juli 2018 pukul 10 pagi kemarin ada materi menarik tentang penyakit asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang tempat permasalahannya sama yaitu di saluran napas. Ada dua nara sumber yaitu Dr.dr. Iris Rengganis, SpPD,KAI dan Dr.dr. Ceva Wicaksono Pitoyo, SpPD, KP,KIC dan moderatornya Dr.dr. Sukamto Koesnoe, SpPD.KAI.

saluran napas kecil (dok.pri)
saluran napas kecil (dok.pri)
Kedua peneliti senior dan staf pengajar di Fakultas Kedokteran ini sepakat bahwa ilmu terbaru penanganan kedua penyakit ini konsentrasinya tidak hanya ke saluran napas besar dari trachea sampai bronkhus tetapi sudah ke saluran napas kecil percabangan 4 kebawah yang diameternya kurang dari 2 milimeter, disini sangat menentukan, karena pertukarang oksigen dan karbondioksida melalui difusi di gelembung udara seperti balon-balon kecil yang dinamakan alveoli terjadi.

Untuk itu perlu obat asma yang bersifat pengontrol (bekerja jangka lama dan efeknya lama) serta pengurang sesak kerja cepat yang sebaiknya diberikan secara inhaler karena bekerja lokal dan efek sampingnya minimal. Beberapa keunggulan dari berbagai kombinasi obat yang mengandung steroid, antihistamin, bronkodilator disampaikan dan disertai efek samping masing masing obat.

Yang menarik di sesi tanya jawab, dimana salah satu teman sejawat di Bogor mengeluhkan di rumah sakitnya pasien BPJS Kesehatan kalau mau diresepkan obat inhaler untuk asma atau PPOK ini dilarang dilakukan dokter spesialis penyakit dalam (SpPD), harus ke dokter paru (SpP) dan terpaksa harus dirujuk internal ke sejawatkhusus menangani organ pernapasan itu.

Dr.dr. Ceva berpendapat BPJS Kesehatan tidak pernah melarang SpPD meresepkan obat inhaler tetapi di rumah sakit yang bersangkutanlah komite medisnya menetapkan peresepan itu "hanya kewenangan" oleh SpP (pulmonologist), maka harus dibuat permintaan kewenangan klinis para internist di rumah sakit tersebut untuk peresepan jenis obat "inhaler" yang akhirnya disetujui manajemen rumah sakit. Jadi peraturan pelarangan tersebut bersifat lokal/ di rumah sakit tertentu saja atau bahkan di salah satu kota saja.

Saya pribadi di rumah sakit kami memang tidak memiliki pelarangan seperti itu karena pada dasarnya kolegium penyakit dalam memperbolehkan, kebetulan pula di rumah sakit kami tidak ada SpP, jadi siapa yang meresepkan kalau dilarang? Bahkan sebenarnya dokter keluarga dan dokter PUSKESMAS pun boleh meresepkan obat "inhaler" tersebut di buku "prolanis". Buku ini diberikan kepada pasien yang sudah stabil penyakitnya dalam rawat jalan di rumah sakit dan kontrol selanjutnya sebulan sekali dapat ke fasilitas kesehatan primer dengan bekal sebuah buku.

Menarik memang di tanya jawab dan diskusi seperti ini dibahas ilmu yang seolah "diawang-awang" sampai tahap molekuler dan sel lalu diterapkan ke era "jaman now BPJS Kesehatan", ternyata masih bertemu benang merahnya. Apa yang dapat diambil manfaat di fasilitas kesehatan tingkat 1 adalah yang sudah stabil dan obatnya relatif sama untuk kontrol, apa yang harus didapat pemeriksaan dan pengobatan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut pun disinggung dalam sesi yang hanya 1 jam 20 menit, tidak bertele-tele dan aplikatif.

Tidak heran peserta PIT tahun ini yang kurang lebih 1000 orang sangat antusias, sebab memang sampai saat ini kasus penyakit dalam masih 60-70% tersering dialami di praktek para dokter umum dan sepertinya banyak obat-obat BPJS Kesehatan yang sudah mencakup sebagian besar kasus.

Yang penting kalau berobat, tentukan anda memakai cara pembayaran apa dan pelajari apa saja "benefit" serta "term and condition"-nya lalu carilah dokter yang berdasarkan survey anda mampu mengaplikasikan ilmunya dengan dua hal tersebut. Dengan kata lain, jangan sampai anda ditawari obat-obat lain diluar tanggungan kalau memang tidak sangat perlu.

dari FB Kompal
dari FB Kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun