"Balada si Roy" adalah novel yang terkenal di tahun 88-94, dimuat bersambung di majalah remaja terkenal saat itu menceritakan pemuda SMA yang "bad boy" di satu sisi tetapi sangat sayang ibunya di sisi lain. Pengarangnya adalah Heri Hendrayana Harris kelahiran Purwakarta 15 Agustus 1963 yang kita kenal dengan nama pena Gol A Gong.
Penggiat gempa literasi ini beserta istri dan keempat anaknya sedang berkeliling Sumatera untuk liburan sambil bertemu dengan pencinta literasi yang ada di kota-kota yang dikunjungi untuk menyebarkan semangat menulis dan membaca serta mungkin promosi sedikit tentang novelnya yang akan difilmkan tahun depan.
"Saya ke Palembang, karena disini ada Sungai Musi yang besar, kami tadi naik kapal di sungai, anak saya senang sekali dan kalau tidak membuat acara dengan teman-teman disini pasti nanti ada yang protes." Begitu kurang lebih alasan Gol A Gong mau berdiskusi dan memberi inspirasi kepada penulis-penulis pemula di Palembang semalam 14 Juli 2018 di Lord Cafe, Palembang dimulai pukul 20.00-21.30.
Dari Kompasianer Palembang, saya dan Om Ndut dapat hadir, karena sebagai "Traveller Blogger" si cowok mantan bankir ini penggemar berat buku laporan perjalanan om Gol A Gong yang juga dikoleksinya dan mau minta tanda tangannya di akhir acara.
Tetapi dia juga menyarankan bahwa penulis sekarang juga harus peduli sosial media, karena dengan "follower" yang banyak, maka ada kemungkinan semua yang diproduksi akan laku dibandingkan yang kurang punya penggemar.
Suami dari Tias Tatanka dan ayah dari 4 orang anak (Nabila Nurkhalisah (Bela), Gabriel Firmansyah (Abi), Jordi Alghifari (Odi), dan Natasha Azka Nursyamsa (Kaka)) meyakini bahwa menulis novel, cerpen, skenario atau apapun tidak mungkin mengalir begitu saja. Harus ada tema yang bagus, tokoh yang dominan dan berkarakter, plot yang banyak dan latar belakang tempat yang unik.Â
Lalu ada semacam buku panduan (istilahnya "bible") yang dibaca kalau ide lagi mentok, "pedigree" keluarga si tokoh utama dan tokoh lainnya serta isu-isu yang mendukung yang akan diangkat.
Ada penulis pemula yang mengeluh dengan Gol A Gong bahwa dia enam jam di depan komputer tidak dapat menulis apa-apa, sewaktu ditanya "bible"nya apa, si penanya bilang malah tidak ada. Dia hanya berencana menulis dengan semangat saja, tanpa persiapan. Padahal persiapan menulis itu penting dengan riset, observasi selanjutnya menuliskannya dan terakhir revisi berulang-ulang sampai mendapatkan hasil yang baik.
Disamping sebagai pekerja literasi, sebagai seorang bapak Gol A Gong pun memberi kebebasan anak-anaknya untuk bersekolah dimanapun. Putri pertamanya kuliah di China dan anak keduanya Gabriel yang masih SMA bersekolah di Abu Dhabi dan saat ini mulai menjejaki karir sebagai "rapper" dengan membuat album sendiri.
Walaupun menjadi full timer writer sesukses ini tidaklah mungkin bagi saya namun setidaknya kiat-kiat menulis yang "cetar membahana" seperti ini dapat menjadi penyemangat untuk pelan-pelan merintis sebuah buku baru.Â