Konon, Â untuk menilai kegigihan sebuah partai memperjuangkan tujuannya, dapat dilihat dari kemampuannya bertahan diluar lingkaran kekuasaan (beroposisi) bila gagal memenangkan sebuah pemilu.Â
Dalam sebuah pemilihan umum dimana ada dua kutub yang berseberangan, maka 'kue pembangunan' dikelola oleh partai-partai yang berkuasa. Boleh dicurigai tetapi belum tentu ada korupsi disana, Â namun adalah logis jika program kerja versi penguasa periode itu lebih berjalan daripada usulan oposisi dan mungkin saja yang mengerjakan tendernya pengusaha yang pro penguasa sekarang.
Misalnya partai berkuasa lebih mementingkan infrastruktur sementara partai oposisi lebih mementingkan penyediaan bahan pokok dan subsidi bahan bakar minyak, maka diributkan bagaimanapun juga, tetap jalanlah program prioritas si pemimpin terpilih, sementara itu oposisi hanya kebagian mengawasi dan mengkritisi bila perlu melakukan tindakan hukum kalau ada indikasi kriminal dalam pelaksanaannya.
Partai-partai yang "keukeuh" beroposisi dan tidak mendapat jatah jabatan di eksekutif selama 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun ataupun 100 tahun secara prinsipil adalah partai yang "juara" dalam perjuangannya, karena sanggup tetap beraktifitas mengandalkan hal-hal diluar "kue pembangunan". Â Mereka berikhtiar berdiri dengan satu kaki sendiri dan tidak mau mengemis meminta hak siar atau meminta "jatah" pada si pemilik kursi tertinggi.
Sebaliknya ada partai dengan "DNA" bunglon ikutan yang menang dan sangat tergantung hidupnya dari kue pembangunan. Di pihak manapun mereka saat kampanye, tidak bermasalah, kalah atau menang itu biasa, mereka pun memanfaatkan jumlah kursinya di parlemen untuk alat tawar menawar kalau ada pengesahan undang-undang atau pansus tertentu.Â
Biasanya, koalisi partai berkuasa masih mau merangkul partai "dua kaki" beginian demi kepentingan jangka pendek untuk mengamankan legislasi dan sebagai gantinya merelakan porsi kabinet yang tidak strategis.Â
Yang perlu dianalisis, Â mengapa kue pembangunan itu sangat diperlukan oleh "partai dua kaki" ini? Sangat kurangkah kemampuan finansial kader-kadernya bermandiri misalnya dengan iuran dan jualan kaus oblong dengan tagar tertentu atau berapa nian persentase kue pembangunan yang dapat dihisap dari anggaran yang tertulis di kwitansi? Â Hanya mereka dan setan anggaranlah yang tahu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI