"Maaf, Bu. Ini suaminya matanya kuning, ginjalnya mulai terganggu dan lambungnya lecet, makanya obat paru-parunya dihentikan dahulu..."Kata Saya pada istri pasien usia 60-an yang datang dengan keluhan mual-muntah hebat, tidak mau makan dan riwayat 2 bulan makan obat untuk tuberkulosis (TBC) yang terdiri dari 4 jenis obat yang disatukan dalam 1 kapsul dengan tehnologi "FDC"(fixed-dose combination).
FDC ini terdiri dari rifampisin, isoniazid, Pirazinamid dan ethambutol. Rifampisin dan Pirazinamid yang sering membuat gangguan di hati, ginjal dan lecet di lambung.
"Tetapi nanti kalau putus obat TBC-nya , suami saya harus mengulang dari awal lagi, dong?"Tanyanya khawatir.
"Sampai dua minggu putus obat, dapat dilanjutkan lagi obatnya tanpa mengulang dari awal, bahkan ada yang berpendapat 1 bulanpun sebenarnya masih boleh. Lagi pula kalau ada komplikasi ke hati dan ginjal, maka obat TBC wajib dihentikan dahulu."Kata Saya.
Biasanya, kalau bilirubin naik diatas 2 dan ginjal kreatininnya naik juga diatas 2, obat TBC dihentikan dahulu, dikasih obat hepato protektor dan "vitamin buat ginjal" yang berupa asam amino tertentu. Setelah laboratoriumnya normal lagi, maka obat TBC-nya dilanjutkan lagi dengan dosis 1/3 dahulu dan mulai 1 dulu, yaitu rifampisin.Â
Kalau sudah dosis penuh rifampisin tidak ada efek samping, dimulai lagi titrasi dosis isoniazid sampai dosis penuh, lalu pirazinamid dan akhirnya ethambutol dititrasi.
Menaikkan dosis 3 hari sekali dan ini memang butuh waktu dan pengawasan yang ketat.
Kita memang harus melihat kasus ini dengan penuh dilema, apakah lebih berat ke paru-parunya, ginjalnya atau hatinya, karena mungkin saja si pasien tidak pernah berhenti efek sampingnya seperti kuning atau gagal ginjalnya. Apakah terapi TBC dilanjutkan atau ditunda sampai semua laboratorium normal.
Memang standarnya, setiap dokter harus mewanti -wanti semua pasien TBC untuk tidak lalai makan obat TBC,  asal hati,  mata dan ginjalnya kuat.  Tetapi kalau ada efek samping yang membahayakan jiwa,  maka obat ini harus dihentikan dahulu dan dimulai lagi setelah efek samping hilang  itupun dengan dosis kecil dahulu satu persatu obat.Â
Sebagai perbandingan,  ibu hamil yang baru terdiagnosis TBC,  maka obatnya ditunda sampai  si bayi lahir untuk menghindari efek cacat bayi.Â