"Jadi, Ibu mulai sekarang, seharian minumnya jangan lebih 7 gelas. Pagi dua gelas, Â siang dua gelas, Â sore dua gelas dan malam segelas. Kalau kencingnya tambah banyak, tidak apa-apa, Â itu supaya beban jantungnya berkurang dengan mengurangi cairan tubuh. Â Untuk sakit tuberkulosis-nya, berobat enam bulan di puskesmas ya, Â karena sudah ada program paket gratisnya disana..." kata saya panjang lebar.
Ibu separuh baya usia 50-an ini sakit gagal jantung dan tuberkulosis (TBC) paru. Obat jantungnya dapat diberikan 1 bulan pakai BPJS Kesehatan, Â sementara TBC memakai program DOTS Departemen Kesehatan, Â jadi BPJSK tidak mau 'overlapping ' dengan program pengobatan gratis yang lebih dahulu ada.Â
"Bisa diulangi pelan-pelan. Maaf, Â Dok telinga saya sudah "budeg", sejak makan obat paru-paru sebulan yang lalu. Â Kalau baru makan obat itu berat gejalanya, Â tetapi kalau malam berkurang." Lapornya lagi.Â
"Batuk darahnya sudah berkurang? "Tanya saya agak keras, dia menggeleng kepala lalu saya minta dia panggil anaknya yang ikut mengantar daripada kedengaran seperti marah-marah oleh pasien diluar.Â
Setelah si anak masuk, Â diulang lagi pesan-pesan tadi dan karena keluhan TBC si ibu juga berkurang, Â saya sarankan tetap makan obat TBC sampai 6 bulan, Â sambil diberikan obat vitamin untuk saraf pendengarannya.Â
Nah, Â di obat TBC ada antibiotik yang bisa mengganggu pendengaran, Â tetapi itu di 2 bulan pertama,4 bulan selanjutnya tidak. Keputusan dokter yang sulit adalah menentukan apakah efek samping yang disebut " ototoksik" ini sementara atau permanen dan apakah ada obat penggantinya.Â
Kalau efek sampingnya sementara, obat dilanjutkan, kalau efek sampingnya permanen tetapi kalau tidak dikasih obat itu akan ada cacat atau mengancam jiwa dan tidak ada obat lain, maka harus tetap diberikan.Â
Obat yang mengganggu pendengaran ini ada beberapa antibiotik, antinyeri dan obat pelancar kencing serta obat kanker.Â
Jadi, Â kalau makan obat tertentu ada efek samping pendengaran, konsultasikan lagi ke dokternya biar dia berhitung ulang antara manfaat obat itu dan efek sampingnya, kalau tidak puas, Â mintalah "second opinion" ke dokter lainnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H