"Jangan lupa kasih obat semprotnya, Dok. Saya sesak kalau tidak pakai itu... "Kata pasien kakek usia 70-an awal sambil tersengal-sengal.
Beliau sudah seminggu tidak makan obat karena anak dan cucunya repot semua di kesibukan masing-masing.
Hari itu dengan sangat terpaksa, cucunya yang usia 11 tahun dan kelas 6 SD menemaninya berobat, menunggu antrian, menunggu masuk dan menemani di tempat praktek dan menunggu obat, total waktunya di rumah sakit lebih 4 jam dan dia jadi tidak sekolah.
"Kenapa cucu yang SD yang menemani. kek. Yang lain mana? "Tanya saya penasaran.
"Ibu dan bapaknya kerja, jualan. Kakaknya ada yang kuliah dan SMA dan tidak mau disuruh-suruh lagi. Terpaksa yang SD ini menemani saya sampai nanti naik angkot, daripada saya tidak kuat dan terpaksa rawat inap lagi, tambah repot menjaganya. " Katanya dengan bunyi mengi yang kuat.
Diagnosisnya infeksi saluran napas dan sumbatan kronis yang memerlukan obat anti radang dan pelebar saluran napas jangka panjang.
Ada obat makan dan kalau sudah sumbatan saluran napasnya permanen 70 persen atau lebih sempit lagi, maka perlu obat semprot atau hisap bulanan.
Yang jadi masalah pendamping berobat ternyata anak kurang 12 tahun dimana sangat rentan tertular infeksi dan masih lemah secara fisik menjaga kakeknya yang penyakitan. Kalau si kakek pingsan atau dibegal preman, maka si kecil ini sulit melindunginya.
Memang sebaiknya pasien kronis yang berciri khas begini sesegera mungkin diikutkan program 'prolanis' agar dapat dibina oleh PUSKESMAS atau dokter keluarga melalui kunjungan rumah. Dua minggu sekali dokter datang ke rumah si pasien dan obat kronisnya diresepkan di rumah si pasien saja, kemudian keluarga si pasien dapat 'menebus' obat itu sepulang kerja.
Supaya anak SD serapuh gadis kecil itu tak perlu terkena resiko tertular penyakit ketika menunggu kakeknya yang sakit berobat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H