Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jadwal Dinas, Bentuk Toleransi Paling Sederhana di Rumah Sakit

2 September 2017   02:59 Diperbarui: 2 September 2017   09:53 3042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maaf lahir-bathin (dokumentasi pribadi)

"Lho, kamu kenapa tidak libur hari ini?" Tanya saya pada seorang perawat yang beragama muslim, saat 'visite' pasien pagi menjelang siang di tanggal 1 September 2017, hari raya Idhul Adha.

"Banyak yang cuti melahirkan atau cuti tahunan, Dok. Jadi saya tetap harus dinas hari ini, daripada jaga siang atau malam, mendingan saya jaga pagi, tetapi tadi minta ijin terlambat 1 jam untuk ikut sholat Ied...."Jawabnya, karena untuk jaga pagi hari biasanya perlu sampai 7 perawat karena banyaknya aktifitas pemeriksaan penunjang, merujuk atau memulangkan pasien.

Biasanya di rumah sakit kami, saat hari raya agama tertentu, diupayakan yang merayakannya tidak dinas, namun kalau karena keterbatasan tenaga, maka yang bersangkutan tetap disuruh dinas, namun diberi kelonggaran menjalankan ibadahnya sebentar baru masuk kerja.

Maaf lahir-bathin (dokumentasi pribadi)
Maaf lahir-bathin (dokumentasi pribadi)
Budaya toleransi seperti ini sudah mendarah daging di rumah sakit kami yang pekerjaannya 24 jam harus siaga menolong pasien yang penyakitnya tidak mau ikutan libur. Pembagian waktu dinas dalam tiga shift, terkadang membingungkan kepala ruangan kalau ada libur perayaan keagamaan masing-masing petugas bangsal.

Biasanya langsung diatur yang berkepentingan diliburkan, tetapi kalau keadaan sangat mendesak, tidak ada peluang untuk menggantikannya lagi, maka dengan sangat terpaksa si petugas tetap harus dinas. Urut kancingnya adalah yang paling yunior, belum berkeluarga dan sanggup lembur ditugaskan terlebih dahulu di hari 'H' tersebut baru yang lainnya.

Hari libur keagamaan seperti ini membuat kita bersyukur kalau ada yang berbeda keyakinan jumlahnya 'cukup' untuk sekedar berdinas di hari yang dibutuhkan tersebut. Jika jumlahnya kurang dan semua yang mau libur sudah merencanakan mudik, terkadang yang beragama berbeda ini terpaksa harus lembur berhari-hari karena menggantikan jadwal teman lain yang seharusnya dinas. Kondisi ini sangat tidak disarankan untuk kesehatan kerja di bidang medis atau penunjang medis.

Saya pribadi pernah mengalami kerja 3 hari jaga terus menerus selama 24 jam saat menjalani pendidikan spesialis akibat libur cuti bersama yang sampai 7 hari, sementara satu 'level' jaga saya yang non muslim hanya 2 orang, sementara teman lainnya sudah terjadwalkan mudik. Untung waktu itu masih bujangan dan kondisi fisik tidak ada masalah di organ-organ penting.

Maka dari itu, belajar toleransi dan menikmati keberagaman itu baru bermanfaat kalau pekerjaan kita di pelayanan publik yang bersifat 'non stop' dan vital, seperti rumah sakit, polisi, pemadam kebakaran, tentara, petugas PLN, pintu kereta, pintu air waduk dan lainnya, yang akan sangat senang kalau di hari-hari rayanya jumlah yang berbeda keyakinan darinya cukup banyak, sehingga tidak perlu membayar untuk menggantikan dinas atau tidak perlu memaksa satu orang bekerja berhari-hari tanpa henti untuk menggantikan yang lain mudik.

dari FB kompal
dari FB kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun