"Terlalu banyak 'giga byte' dalam benakku, bak film 'Matrix'...Ini harus dikeluarkan....."Pekik Jo si pengusaha IT muda yang terlibat sebuah mega skandal di negeri kelahirannya.
"Mengapa ke media, tuan Jo, kenapa tidak langsung ke aparat saja?" Tanya bung Jurno, dari media cetak kenamaan 'Tekko' yang dipilih Jo menjadi media penggoreng isu untuk curhatannya.
"Kalau langsung ke aparat, saya tidak tahu lagi mana yang serius mau menangani dan mana yang sudah kerja sama dengan mereka. Saya merasa terancam, padahal sayalah korban, jasa saya ke proyek itu tidak dibayar-bayar....."Katanya.
Jo terlibat dengan proyek basah seharga ratusan juta dollar dan dia mendapat seperlima angkanya, namun baru terbayar seperempatnya, dia mau menagihkan sisanya ke pemegang proyek, tetapi kabarnya itu tidak mungkin, karena uang sisanya sudah dibagi-bagi para mafia ke berbagai orang penting di negeri yang kabarnya religius itu.
"Mereka janjikan transparansi, seharusnya aku mendengar nasehat teman-temanku disini, jangan tergiur proyek itu, karena pasti akan banyak masalah. Ungkap di mediamu tuan Jurno, biar aku bisa menagih yang tersisa, atau aku ungkap semua percakapan bisnisku dengan semua orang penting disana selama 3 tahun ini...."
Jurno mengungkap skandal itu di medianya versi cetak dan 'online' lalu enam bulan kemudian proses penyelidikan dilakukan dan tersangka pun mulai ditetapkan.
"Maaf, tuan Jo...Apakah sudah ada yang membayar tagihanmu?"Tanya Jurno via 'wasap' tujuh bulan kemudian.
"Tambah kacau, pak. Saya harus pindah rumah 3 kali karena ancaman teror dan kabar tentang ribuan 'gygabite' itu membuat otak saya seperti diincar oleh tim pelacak mereka. Mohon doanya, saya sudah terlibat terlalu jauh. Nanti saya kirim data-datanya ke email bapak. Kalau saya mati, serahkan saja ke publik. Saya tidak percaya siapapun lagi di negeri anda selain media...."Jawaban 'WA' sangat putus asa itu menjadi kontak terakhir Jurno dengan Jo.
Dan dua hari berselang benak Jo terburai dalam sebuah insiden bunuh diri yang janggal di negaranya sekarang, Paman Sam.
Jo, dengan bahagianya menjadi subkontrak ke 3 dari mega proyek 'IT' 3,5 tahun lalu, tidak sadar kalau subkontrak ketiga itu harus siap dibayar paling banyak hanya sepertiga nilai yang disepakati, karena pemegang kontrak utama harus membagi 40% dari harga proyek ke para mafia proyek dan 60% lainnya harus dibagi ke subkontrak kedua, ketiga, keempat dan kelima bila perlu. Pemenang lelang proyek utama ini biasanya hanya 'calo', tidak punya kemampuan tehnologi sama sekali, hanya 'EO'.
Sebenarnya kalau Jo pintar, proyek pemerintah beginian dia berikan tehnologi yang harganya memang hanya seperempat kualitas yang seharusnya, jangan kualitas terbaik, jadi kalau dibayar seperempat pun tidak rugi-rugi amat.