Ada yang menarik dari diskusi panel para pakar hormon (endokrin) di 'Jakarta Endocrine Metting 2016', siang ini, bahwa untuk penyaringan menegakkan diagnosis kelainan gondok, baik itu kelebihan (hipertiroid) atau kekurangan (hipotiroid), cukup dilakukan pemeriksaan TSH ('Tiroid Stimulating Hormon). Itu artinya biayanya hanya sekitar 200 ribuan, daripada diperiksa sepaket 5 buah (TSH,T3,T4,FT4 dan FT3) yang biayanya diatas 1 juta.
Tiga pakar, Profesor Pradana Soewondo, Doktor Imam Subekti dan dr. Suharko Subardi menjelaskan ini karena sering pasien diperiksa lengkap, padahal hanya untuk pemeriksaan penyaring, padahal biayanya tidak perlu keluar sebanyak itu.
Klinis dahulu yang penting, lalu pemeriksaan darah cukup TSH, dan untuk monitoring perlu TSH kalau hipotiroid, T4 kalau hipertiroid. Tampaknya para pakar sudah mulai realistis melihat perkembangan saat ini bahwa setiap dokter harus mulai memikirkan efisiensi dan efektifitas. Kalau cukup 1 pemeriksaan untuk patokan pengobatan dan evaluasi, kenapa harus diperiksa semua?
Di era BPJS saat ini, memang semua pakar diharapkan meneliti setiap prosedur mana saja yang sangat penting, mana yang kurang penting (hanya perlu untuk kasus tertentu) dan mana yang hanya ingin tahu ( untuk penelitian), sehingga rumah sakit dan pihak asuransi tidak perlu dirugikan oleh dokter yang melakukan banyak pemeriksaan atau memberi obat yang sebenarnya tidak teramat sangat penting atau berlebihan.
Bila prosedur yang berlaku masih berpaket-paket dan tidak dipilah mana untuk tahap dasar dan mana untuk tahap lanjut, maka akan menjadi masalah kalau dokter di lapangan melakukan penyesuaian (penghematan) sendiri, lalu pasien menuntut 'paket'.
Jadi, kalau ada pasien yang sedikit-sedikit minta periksa darah lengkap, padahal keluhannya cuma capek-capek, padahal asuransinya membatasi ke pemeriksaan yang sangat perlu, maka si pasien bisa dianggap meminta 'medical check up' tanpa indikasi, sehingga resikonya harus bayar sendiri.
Mudah-mudahan dengan adanya rekomendasi-rekomendasi praktis seperti ini, kelainan 'gondok' lebih banyak ditemukan, karena pemeriksaannya ternyata bisa 'ala charte' dan tidak harus 'all you can eat'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H