[caption caption="kripik ubi mengiris lambung (ilustrasi pribadi)"][/caption]"Pasien datang dengan keluhan nyeri perut, dok. Tidak bisa buang air besar dan mual muntah selama 3 hari. Agak demam dan memang sudah lama susah makan."Lapor perawat yang mendampingi kunjungan ('visite') pasien.
Pasiennya laki-laki usia 60-an tahun, tampak sakit berat, kurus dan perutnya tegang sekali. Bising ususnya di satu tempat menurun, di tempat lain sangat keras.
"Ada sakit 'maag'?"Tanya saya.
"Iya, dok. Bapak memang sudah lama kurang enak makan, tetapi kalau lagi ramai-ramai sama anak cucunya, biasanya ikut-ikut makan juga sedikit-sedikit."Jawab anak perempuan si bapak.
Khas orang tua yang susah makan, baru mau makan kalau ada keluarga yang menemani dan terkadang makanannya ikut-ikutan dengan apa yang dimakan keluarga lainnya.
"Dibuka, dok. Sepertinya peritonitis. Ronsen perut 3 posisinya gambaran ada udara bebas di rongga abdomen."Jawaban konsulan dokter bedah umum di rumah sakit kami.
"Okelah, saya alih rawat."Jawab saya.
Kebetulan pasien ini bukan pasien BPJS, jadi kalau harus dua dokter yang menangani, biayanya tambah banyak. Padahal sudah jelas itu kasus bedah.
Keesokan harinya si teman dokter bedah menunjukkan pada saya foto dan video kondisi lambung si kakek, ternyata lambungnya pecah dan di 'sobekan lambung itu ada potongan sayuran, sisa nasi, daging dan...ini terpenting keripik ubi kayu yang masih keras, ukurannya masih 3-4 sentimeter dan runcing.
Ketika ditanyakan ke keluarga, memang si kakek ikut-ikutan makan keripik ubi saat makan bersama anak-anak dan cucunya. Dan ternyata 4 hari setelah operasi pertama, harus diulang operasi kedua, karena luka operasi diperut gagal menutup dan ternyata albumin (protein penting untuk penyembuhan) di tubuh si kakek hanya 1,5 g/dl, normalnya diatas 3,5 g/dl, pokoknya, total si kakek dirawat hampir 2 minggu dengan biaya 21 jutaan.
"Kami keluarga besar 'urunan' dok membiayai operasi bapak ini, tetapi untuk selanjutnya bapak kami ikutkan BPJS saja, tetapi kartu keluarganya diikutkan ke adik saya dahulu."Cerita si anak yang tertua.
Ternyata si adik ada yang masih membujang dan punya penghasilan sendiri, jadi si bapak mau didaftarkan BPJS ikut si adik yang bayarnya lebih ringan, daripada kalau si bapak masuk kartu keluarga anak yang punya tanggungan 5, maka bayaran iurannya lebih besar.
Nah, ini satu dari 3 pasien saya yang bermasalah dengan keripik ubi. Ada satu lagi yang buang air besar darah akibat varises esofagus (pembuluh darah bengkak di kerongkongan akibat kerasnya hati) setelah makan keripik ubi dan yang lain terpaksa dirawat akibat muntah darah setelah makan keripik ubi.
Tidak salah makan sejenis keripik, tetapi ada baiknya bagi penderita gangguan pencernaan menahun seperti gastritis, sakit hati menahun, yang diet ketat, sedang ngidam, menghindari makanan-makanan berkonsistensi keras dan khusus keripik bisa berbentuk tajam kalau dikunyah kurang baik.
Atau ada baiknya budaya mengunyah makanan sampai 30 kali baru ditelan kembali digalakkan, supaya makanan sekeras apapun dapat lebih lunak akibat proses kunyah dan campuran ludah yang mengandung enzim pencernaan.
Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H