[caption id="attachment_318781" align="aligncenter" width="400" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
"Saya lemas sekali, dok, seminggu ini sudah dua kali pingsan di kantor."Keluh seorang ibu pertengahan 20 tahunan dan terlihat sangat pucat. Telapak tangannya putih kekuningan dan kelopak mata dalamnya juga pucat.
"Kurang darah, nih. Padahal badan ibu tidak kurus, ada berak atau kencing darah gak?"Tanyaku.
"Enggak, dok. Tetapi menstruasi saya 4 bulan ini lebih banyak dan bisa dua kali sebulan. Apa karena saya pakai suntik KB, dok?"Tanyanya.
Si ibu baru melahirkan anak pertamanya 6 bulan lalu dan setelah selesai masa nifasnya memutuskan KB suntik yang 3 bulan sekali supaya praktis. Ternyata setelah KB menstruasinya tambah banyak, tambah panjang dan baru kering seminggu terkadang sudah menstruasi lagi. Padahal biasanya KB suntik yang 3 bulan sekali malah tidak menstruasi.
"Hemoglobin ibu dibawah 7 g/dL, jadi harus ditranfusi 4 kantong sel darah merah. Sekalian saya konsultasikan ke dokter kebidanan, ya."
Akhirnya setelah diperiksa dokter SPOG melalui pemeriksaan USG disimpulkan rahim si ibu terjadi penebalan dinding rahim akibat ketidakseimbangan hormonal. Jaringan trofoblas tempat jabang bayi biasanya menempel berkembang lebih tebal dan mudah berdarah.
"Apa memang harus dikuret, dok?"Tanya si ibu khawatir.
"Kalau ibu kurang yakin boleh konsultasi ke dokter SpOG lain."Kataku.
Dokter SpOG kedua juga berkesimpulan yang sama, namun bila si ibu tidak siap dikuret dia menyarankan ganti cara KB, jangan pakai yang hormon dan obat-obat antiperdarahan.
Sebulan kemudian setelah tranfusi, ternyata menstruasi si ibu hanya sedikit berkurang dan masih ada perdarahan tak normal diantara jadwal menstruasi normal. Dan karena hemoglobinnya turun lagi, si ibu ditranfusi lagi sampai HB diatas sepuluh baru dikuret.