[caption id="attachment_270787" align="aligncenter" width="496" caption="Contoh resep injeksi (dokumentasi pribadi)"][/caption]
Menanggapi tulisan Bu Anni kemarin (http://sosbud.kompasiana.com/2013/06/26/tulisan-dokter-mirip-sandi-rumput--572212.html), maka dengan adanya sistem penilaian akreditasi rumah sakit versi tahun 2012 hal itu tidak diperbolehkan lagi 'disengaja' menulis resep untuk tidak dapat terbaca.
Resep adalah berisi petunjuk/perintah dokter yang lengkap dan harus akurat mengenai beberapa hal dan tidak boleh hanya apoteker tertentu yang mengerti membacanya. Perawat, keluarga pasien dan si pasien sendiri harus mengerti obat apa yang akan dibelinya.
Misalnya di contoh obat injeksi yang saya tulis di atas, disitu ada:
- Nama obat: san*****.
- Bentuk obatnya: vial, berarti botol injeksi.
- Jumlahnya: no.I
- Dosisnya 3 x 8 unit (harus ditulis lengkap 'unit' jangan disingkat 'u' saja, karena bisa dibaca '0' dan pasien diinjeksi 80 unit dan bisa fatal).
- Cara suntiknya s.c (subcutan) dibawah kulit, sebelum otot.
[caption id="attachment_270788" align="aligncenter" width="434" caption="Contoh resep obat makan (dokumentasi pribadi)"]
Nah, untuk obat makan pun harus bisa dibaca bahkan oleh pasien dan keluarga, antara lain:
- Nama obat, pasien biasanya langsung tahu kalau ada alergi antibiotik tertentu dan memberitahukan si dokter untuk diganti yang lain.
- Bentuknya, bisa kapsul, tablet, puyer, kaplet dan pasien yang tidak bisa menelan biasanya dibuatkan puyer atau sirup.
- Jumlahnya 15.
-Aturan pakainya 3x1.
- Resep ditutup kalau ada ruang kosong di bawahnya, mencegah ditambah-tambahi dengan obat-obatan lain yang bisa disalahgunakan.
Dokter-dokter yang tidak praktek di rumah sakit mungkin masih bisa melestarikan budaya 'tulisan jelek' atau 'sandi rumput' atau 'just for pharmacyst's eyes only', tetapi yang berpraktek di dalam rumah sakit itu harus dihilangkan karena akan mempengaruhi penilaian.
Rumah sakit yang tulisan-tulisan dokternya di resep maupun di status pasien yang tidak jelas dan tidak mudah dibaca semua orang akan dianggap rumah sakit yang tidak menjunjung tinggi budaya 'patient safety'. Jadi pandangan bahwa dokter adalah agen rahasia, resep adalah surat rahasia dan apoteker adalah penerjemah pesan rahasia harus dihilangkan di rumah sakit.
Bagaimana dengan dokter yang praktek di luar rumah sakit? Biasanya kalau yang di rumah sakit sudah pada nurut dengan budaya tulisan yang bisa dibaca, maka dokter yang di Puskesmas atau Klinik akan mengikutinya.
Demikianlah tanggapan saya atas tulisan Bu Anni, mungkin perlu bersabar 1-2 tahun lagi untuk melihat tulisan dokter yang rapi, tetapi yakinlah 'budaya tulisan cakar ayam' di resep dokter memang saat ini sedang diupayakan hilang karena orientasi rumah sakit sekarang bukan ke 'doctor center' tetapi ke pasien.
Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H