[caption id="attachment_325176" align="aligncenter" width="604" caption="USG mola hydatidosa (dokumentasi pribadi)"][/caption]
"Konsultasi dari dokter kebidanan, Dok. Mau 'kuret'," kata perawat poliklinik.
"Anak ke berapa, Bu? Sudah berapa bulan hamilnya?" tanyaku heran karena si ibu tampaknya sehat, jantungnya bagus dan sepertinya tidak kesakitan.
"Anak ketiga, Dok. Masuk 4 bulan, Dok. Kemarin malam baru ada perdarahan makanya akan 'dikuret'," katanya.
'Kuretase' adalah tindakan kebidanan di mana jaringan rahim yang mudah berdarah bernama 'trofoblas' 'dikerok' sampai lapisan otot tertentu dan perdarahannya berkurang. Indikasinya bila ada perdarahan berlebihan yang tidak teratur dan keguguran kandungan.
"Oh, memang sudah ditunggu-tunggu ya kuretnya. Tapi kok aneh kuret ditunggu-tunggu. Ngapain?" Lalu aku baca ulang keterangan dokter kebidanan dan ada USG-nya, ternyata si ibu hamil anggur atau 'mola hydatidosa'. Ada sel telur yang dibuahi namun tidak berkembang menjadi bayi, namun tetap merangsang jaringan rahim yang mudah berdarah berkembang menyerupai kondisi rahim kehamilan normal.
Jaringan hamil anggur ini tetap dipertahankan sampai nantinya berdarah sendiri karena faktor yang belum jelas, biasanya perdarahannya jauh lebih banyak dari melahirkan biasa dan bisa menyebabkan syok dan atau anemia.
"Jadi Ibu sudah tahu hamil anggur sejak kapan?" tanyaku.
"Sudah dua bulan, tetapi dokter kebidanannya bilang tetap belum boleh dikuret sampai berdarah dahulu baru dianggap kehamilan terganggu dan boleh dikuret," katanya.
Memang di kalangan SpOG (spesialis kebidanan dan penyakit kandungan) ada yang menjunjung tinggi kondisi kehamilan. Walaupun itu kehamilan yang tidak pada tempatnya ('ectopic') atau hamil anggur sekalipun belum akan dibuang/dikeluarkan kecuali sudah mengganggu ibunya.
Kalau masih aman di perut ibunya dan tanpa keluhan/perdarahan, si dokter SpOG belum mau melakukan apa-apa.