Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PDIP Harus Belajar Banyak dari 'Keseleo' Partai Demokrat Tahun 2009-2014

10 April 2014   07:01 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:50 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila tidak ada perubahan dan cara hitung cepat yang disiarkan Metro TV tidak jauh beda dengan penghitungan KPU secara resmi maka PDIP mendapatkan tempat pertama di pemilu legislatif di kisaran 18-21%. Ini artinya di parlemen mungkin saja jumlah kursi PDIP hanya 15-17% karena harga suara di pulau Jawa dan Sumatra lebih mahal daripada di Indonesia Timur.

Untuk itu PDIP perlu mencari minimal 1 partai untuk mengusung presiden-wakil presiden dan butuh 3-5 partai koalisi untuk memiliki kekuatan minimal 50% di DPR yang mendukung presidennya.

Nah, berkaca dari hasil perolehan Partai Demokrat yang hampir sama di tahun 2009 dan juga memiliki figur calon presiden yang sedang populer maka PDIP harus belajar beberapa 'keseleo potitik' PD periode lalu, yaitu:

1. Koalisi partai terlalu 'liar'. Jadi banyak permintaan partai koalisi yang sulit ditolak akibat PD tidak berani tegas dengan pilihannya.

2. Kader PD banyak yang 'aji mumpung' dengan kekuasaan yang begitu besar, lalu terjebak suap dan korupsi.

3. Bila Partai Golkar tetap ada di lingkaran kekuasaan berarti PDIP harus siap-siap 'diarahkan' kebijakan pemerintahan menyesuaikan partai tersebut karena partai ini kemampuan 'lobby'-nya sudah tingkat 'advance'.

4. Kabinet yang dibangun dengan prinsip bagi-bagi kue dan kurang memperhatikan 'kompetensi' membuat kinerja pemerintahan tidak maksimal.

5. Kalau toh 5 tahun ini PDIP dan Jokowi berhasil mengambil hati rakyat, jangan terlena dan tetap fokus ke rakyat di periode kedua. Periode kedua pemerintahan bukanlah saat untuk 'menikmati' tetapi malah harus kerja lembur lebih baik untuk membuat rakyat lebih cinta.

6. Harus ada figur calon presiden dan pemimpin potensial dibina selama periode memerintah, karena masa jabatan presiden hanya bisa 2 kali, jadi tongkat estafet tetap dapat dilakukan dengan figur yang baru.

Demikianlah beberapa analisis saya, bagaimana analisis anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun