[caption id="attachment_389039" align="aligncenter" width="641" caption="(Dokumen Pribadi)"][/caption]
"Dok, konsultasi dari 'FB', boleh,ya?"Tanya seorang teman di FB.
"Boleh."Jawab saya.
Wanita 20-an tahun dari ibu kota ini menceritakan kalau dia baru keluar dari rumah sakit swasta atas indikasi demam typhoid (tifus), namun karena dulu waktu kecil pernah kecelakaan dan kaki kanannya sering nyeri dan lebih kecil dari kaki kiri maka si dokter memeriksa ronsen juga kaki itu lalu melakukan fisioterapi.
"Karena saya merasa ikut asuransi 'x' (asuransi yang non-BPJS) saya setuju saja. Ternyata saat mau pulang dari rumah sakit, tagihan saya tidak disetujui asuransi dengan alasan ada penyakit yang diobati penyebabnya kecelakaan yang terjadi sebelum saya ikut asuransi."Katanya.
"Seharusnya, tagihan untuk kelainan di kaki dan tagihan untuk penyakit tifusnya dipisah."Kataku.
"Sudah, dok. Tetapi kebijakan rumah sakitnya tidak bisa. Semua tagihan harus jelas."Jawabnya. Si pasien pun harus kehilangan 13 juta karena pemeriksaan dan fisioterapi yang seharusnya tidak perlu dilakukan saat perawatan itu ternyata dilakukan dan itu 'menggagalkan' pembayaran untuk penyakit tifus yang sebenarnya lebih penting.
Saya pun menjelaskan bahwa seharusnya memang sebelum mengikuti sebuah asuransi kesehatan, meneliti dulu semua ketentuannya secara 'detail'. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain:
1. Apakah penyakit ini akibat suatu kejadian di masa lalu sebelum masuk asuransi atau baru. Misalnya dia sakit kecelakaan tahun 90, baru masuk asuransi tahun 91, maka penyakit dan gejala akibat kecelakaan itu tidak ditanggung.
2. Kalau dokter menawarkan pemeriksaan lengkap (untuk penyakit lama atau baru), harus ada indikasi jelas, hanya untuk yang 'baru' kalau ada pemeriksaan atau obat yang tidak indikasi untuk 'penyakit baru', boleh ditolak, karena tidak 'urgent' untuk saat itu.
3. Penyakit kronis seperti: Jantung, diabetes, gagal ginjal, hipertensi dan penyakit HIV, biasanya susah diklaim.
4. Penyakit yang tidak umum terjadi pada orang dewasa, seperti cacar air/campak, terkadang tidak ditanggung asuransi kesehatan tertentu, karena dianggap penyakit yang umumnya hanya untuk anak-anak.
Nah, untuk hal beginian memang BPJS masih juaranya. Mau penyakit masa bayi, saat di kandungan, mau penyakit HIV, mau penyakit karena pola hidup yang tidak baik (alkohol, rokok), tetap ditanggung asal ikuti aturan.
Kecuali sakit kelamin akibat hubungan seksual dan percobaan bunuh diri serta over dosis narkoba, ini yang setahu saya tidak dibayar (nah, ternyata masih ada yang tidak dibayar juga).
Intinya, kalau ada asuransi kesehatan apapun menawarkan janji akan membayar semua tagihan, harus tetap waspada: syarat dan ketentuan berlaku.
Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H