Mohon tunggu...
Johnson K.S. Dongoran
Johnson K.S. Dongoran Mohon Tunggu... -

Lahir dalam keluarga Kristen dari suku Batak di Tapanuli Selatan Sumatera Utara, masih muda merantau di Pulau Jawa. menikah dengan gadis Bali dan dikaruniai tiga orang anak. Kini bekerja sebagai dosen di UKSW dan tinggal di kota Salatiga. Prinsip hidup pribadi: Setiap hari ergaul akrab denan Tuhan; menambah dan memperkental persahabatan dengan sesama; menambah ilmu dan keterampilan; menghasilkan sesuatu yang berguna bagi banyak orang; berkeringat; bekerja berdasarkan prioritas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tenongan

16 November 2014   07:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:42 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh Johnson Dongoran.
Tenongan adalah suatu tradisi mengucap syukur yang dilakukan penduduk desa Tlahap Kec. Kledung Kabupaten Temanggung di Jawa Tengah atas berkat Tuhan berupa panen tembakau bulan Agustus dan September setiap tahunnya. Tradisi ucapan syukur, yang oleh masyarakat setempat diyakini sudah berusia 600 tahun ini, dilaksanakan pada Jumat Kliwon akhir Oktober atau Jumat Kliwon awal Nopember setiap tahun di suatu lapangan kecil di bawah sejumlah pohon beringin rindang bernama Arum.
Acara ini dinamai "Tenongan" karena setiap keluarga di desa Tlahap membawa tenong (tempat makanan berbentuk bundar dianyam dari bambu bertingkat tiga) berisi nasi tumpeng (paling atas), lauk pauk seperti tahu, tempe, telur, rempeyek, krupuk, remplo hati, mie goreng, dengan lauk utama ingkung ungkep (ayam kampung jantan utuh satu ekor) di dalam tenong bagian tengah, sedangkan bagian bawah tenong biasanya kosong, tidak diisi makanan.
Tidak semua anggota keluarga mengikuti acara syukuran di dataran Arum, bisa diwakili suami atau istri yang membawa tenong berisi makanan ke tempat upacara. Namun sering diikuti bersama seluruh anggota keluarga dari penduduk desa Tlahap. Karena banyaknya penduduk desa, maka tempat pelaksanaan upacara syukur seperti ini sudah ada di tiga tempat termasuk di dataran kecil yang bernama Arum tersebut.
Acara dimulai pada pagi hari setelah hari sudah mulai terang, dan matahari mulai naik. Di tengah lapangan Arum ada sebatang pohon beringin rindang. Di bawah pohon ini terdapat pondok kecil yang sengaja dibangun sebagai tempat menyalakan dupa. Tokoh masyarakat, biasanya Ustad atau pemuka agama, yang memimpin upacara syukuran. Setelah dupa dinyalakakan, kemudian pemimpin upacara berdiri memberi sambutan berupa keterangan tentang upacara dimaksud. Dalam sambutannya, pemimpin upacara secara eksplisit menyebut bahwa "Kita tidak menyembah apa-apa atau siapa di tempat ini. di bawah pohon ini. Tetapi kita bersyukur atas berkat Tuhan bagi kita berupa panen yang baik atas tembakau kita, dan berharap penyertaanNya serta berkatNya bagi kita di tahun mendatang ini". Selanjutnya pemimpin upacara mengajak peserta untuk berdoa bersama menurut keyakinan agama Islam dengan beberapa kali diselingi Alfatiha.
Sehabis berdoa, setiap tenong dibuka oleh masing-masing keluarga. Nasi tumpeng dipotong, demikian juga kepala ayam, atau sayapnya, atau jari kakinya, kemujdian diantar ke dalam pondok di mana dupa tadi dinyalakan. Setelah itu, sebagian keluarga mengajak tamu yang datang untuk makan bersama dari tenong yang mereka miliki. Baik keluarga maupun pendatang mengambil nasi tumpeng dan daging ayam serta lauk dengan tangan (tanpa sendok) meski tidak cuci tangan dan makan bersama. Sebagian keluarga memilih membawa pulang tenong dengan isinya dan makan di rumah masing-masing.
Tradisi upacara syukuran ini sering juga dinamai sebagai Aruman karena dilakukan di lapangan Arum. Tempat ini diberi nama Arum karena arum (ari-ari=plasenta) Pangeran Sindoro ditanam di lapangan ini, yang kemudian juga menjadi tempat kuburan ibu dari Pangeran Sindoro, satu-satunya kuburan di tempat tersebut.
Kalau mau mengikuti acara ini, mudah menentukannya, yaitu Jumat Kliwon akhir Oktober atau Jumat Kliwon awal Nopember setiap tahun. Semoga pembaca dapat menikmatinya tahun depan.

Desa Tlahap, Jumat Kliwon 7 Nopember 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun