Orang selalu merasa tahu bagaimana orang lain seharusnya menjalani hidup. Tapi apakah ia lebih bahagia daripada orang itu? Saat masih muda saya sering bertanya-tanya, ketika kita bertemu dengan seorang--entah orang itu akan berdampak pada kehidupan kita atau tidak-- kita cenderung menilai orang itu, dari perilakunya, pemikirannya, ideologinya, keyakinannya, dan cara kerjanya. Kemudian kita berkata, "Oh cara pandangnya terlalu konservatif" atau "Dia seharusnya tidak berlaku begitu, tapi seharusnya begini" atau bahkan mungkin "Dia salah, dia jahat, dia tidak bahagia" dan tentu saja ketika kita melakukan penilaian itu, semuanya dengan sudut pandang kita, dengan standar yang kita tetapkan, pada hidup kita. Â Saat itu terjadi, kemudian kita ingin orang itu berubah seperti yang kita ingini.
Manakah tindakan yang pantas kita lakukan, meminta mereka memperbaiki diri atau menerima diri mereka apa adanya?
Yang menjadi catatan adalah ketika kita mengharap mereka berubah, hal itu kita lakukan dengan segenap ketulusan untuk kebahagiaan mereka ataukah kebahagiaan kita, dalam arti supaya kita tidak diliputi rasa bersalah atau pun rasa jengkel karena kondisi mereka?
Sleman, di penghujung tahun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H