Mohon tunggu...
Popie Susanty
Popie Susanty Mohon Tunggu... wiraswasta -

Seorang ibu empat anak yang ingin menulis kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Trik Menggelembungkan Suara Pemilu

17 April 2014   13:28 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:34 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Para saksi sengaja di buat lapar saat penghitungan suara di TPS menjelang malam hari dan dini hari,” celetuk seorang Bapak dari PPK kecamatan di sebuah kabupaten terpencil.

“Lho kenapa begitu, Pak?”

“Di saat lapar, fisik sudah lelah ,mengantuk dan emosi yang sudah tidak stabil proses penghitungan suara akan lancar.”

“mempercepat tanpa memperhatikan ketepatan ya Pak?”

“Disinilah waktunya mainkan suara.”

“Siapa pun caleg yang punya niat meloloskan dirinya ke kursi anggota dewan terhormat, datanglah saat seperti sekarang.Siapa yang berani bayar besar akan mendapatkan suara.Kuncinya di TPS atau para petugasnya.”

“Oh ini dia rahasianya, proses penggelembunga suara yang luar biasa….Bagi yang berminat, bisa gunakan tips ini di setiap PEMILU atau PILKADA.Tentunya dengan resiko makan uang yang haram.”

“Uang haram aja susah apalagi uang halal.”

“Itulah pemikiran pendek manusia.Caleg-caleg sudah jor-joran untuk “menjual” dirinya dengan mengeluarkan rupiah yang sangat besar padahal uang ratusan juta yang dikeluarkan bisa dimanfaatkan untuk membangun sekolah, madrasah atau fasilitas umum lainnya.”

“Apa gak usah aja diadakan PEMILU yaa, sayang uang dibuang begitu saja hanya demi ambisi pribadi yang ingin memperkaya diri.Rakyat diiming-imingi janji tapi setelah berhasil jadi anggota dewan lupa akan janjinya dan sibuk mencari cara untuk mengembalikan modal selama masa kampanye.”

Perbincangan ringan, menarik di salah satu kedai kopi.Perbincangan ngalor ngidul seputar dunia politik yang entah siapa yang diuntungkan dan menjadi korban obral janji.Semoga diberikan seorang pemimpin yang takut sama ucapannya, janjinya dan memperjuangkan hak rakyat. Semoga pendidikan politik yang menjadi kewajiban pemerintah dan hak rakyat bisa diberika jauh-jauh hari sebelum pemilihan umum sehingga pemenang merupakan pemenang yang mewakili suara rakyat dan hasil murni keinginan rakyat bukan hasil terpaksa karena serangan fajar dengan beberapa rupiah.Kalau kesejahteraan rakyat masih rendah dan bisa ditukar dengan rupiah, maka nilai demokrasi akan sangat sulit bisa terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun