Pemberitaan di media massa (koran & media online) beberapa minggu yang lalu dihebohkan oleh operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berhasil menangkap dan mengamankan 5 (lima) orang terkait transaksi pemberian sejumlah uang kepada hakim di Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan. Dari hasil penangkapan tersebut diamankan 1 orang Hakim, 2 orang Advokat, 1 Panitera, dan 1 Wiraswata.Â
Berita ini menjadi menarik untuk saya, karena lagi-lagi Hakim, Advokat (Pengacara), dan Panitera adalah orang-orang yang berprofesi di dunia Hukum, tersangkut Masalah Hukum (Suap-Menyuap, Jual Beli Putusan), lagi-lagi Hukum dan Keadilan di Negeri Kita di Perjual Belikan.
Banyak hal yang bisa kita bahas dalam permasalahan hukum di atas. Namun dalam tulisan kali ini, saya hanya akan melihat dari sudut pandangan etik profesi seorang yang menyandang gelar Sarjana Hukum dan berstatus Aparat Penegak Hukum.
Waktu masih jaman kuliah di Fakultas Hukum, Mata Kuliah Etika Profesi Hukum, adalah Mata kuliah yang menurut saya dan beberapa teman-teman adalah mata kuliah yang paling gampang mendapat nilai "A", alasannya sederhana "kalau ujian, pertanyaannya dijawab dengan hal-hal yang baik-baik saja".Â
Namun setelah lulus dan akhirnya berkecimpung dalam dunia hukum, Etika Profesi Hukum adalah mata kuliah yang paling sulit untuk diterapkan dalam menjalankan profesi hukum apakah sebagai Hakim, Jaksa, Polisi, Advokat/Konsultan hukum, Panitera. Kesulitan menerapkan Etika Profesi ini dikarenakan adanya Faktor "Konfilk Kepentingan". Dosen saya dulu pernah berkata, tujuan kalian mempelajari pentingnya etika profesi hukum adalah "bukan untuk menjadikan calon sarjana hukum malaikat! Profesi diajarkan agar para Sarjana Hukum dapat mendeteksi hal-hal (ranjau-ranjau) tersebunyi yang dapat menghancurkan kualitas, integritas dan profesionalisme para Sarjana Hukum. Nilai etika profesi mengandung nilai-nilai yang Universal, dalam arti bahwa nilai yang terkandung dalam etika profesi adalah nilai-nilai yang diterima oleh semua golongan, tidak dibatasi oleh ras, Â agama, suku, bangsa dan bahasa. Seperti contoh: melakukan perbuatan korupsi, kita semua sepakat apapun latar belakang, pendidikan ras, agama tindakan korupsi adalah tindakan yang dapat merusak dan menghancurkan masyarakat, bahkan sebuah bangsa. Namun harus kita akui, acap kali penerapan etika profesi ini tidak sejalan dan senapas dengan segi teoritisnya.
Aparat Penegak Hukum yang melakukan tidakan melanggar etika profesi (tidak bermartabat dan amoral) dapat diibaratkan seperti "lap kotor" yang apabila kita gunakan akan semakin menambah kotor, rusak, dan hancur dalam proses penegakan hukum kita. Sehingga "lap kotor" ini sudah tidak bisa dipakai lagi dan harus dibuang. Artinya Aparat Penegak Hukum yang sudang bermental "korup" ini sudah tidak bisa dipertahankan lagi, karena dapat merusak penegakan hukum di Negara ini.
Menurut penulis, ada beberapa penyebab Aparat Penegak Hukum melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan kode etik profesi hukum yaitu:
- Moral dan Mental
Sifat dan budaya koruptif yang sudah lama berkembang, dan perilaku hidup yang konsumtif dan hedonisme.
- Faktor Ekonomi
Pendapatan gaji/penghasilan yang dirasa kurang apabila dibandingkan dengan beban pekerjaan yang berat
- Faktor Sejarah dan Politik
Sikap permisi masyarakat terhadap korupsi, adanya politik uang (money politic) dalam meraih suatu tujuan atau kekuasaan.
- Kualitas regulasi
Lemahnya kualitas dari peraturan perundang-undangan terhadap kasus korupsi. Regulasi yang buruk akan menimbulkan celah untuk dilakukan tindakan korupsi.
- Kualitas penegakan hukum
Lemahnya kualitas penegakan hukum akan melahirkan kejahatan korupsi, sehingga tidak memberikan efek jerah terhadap para pelaku korupsi.
Setiap masalah pasti ada solusinya. Nah ini mungkin bisa diterapkan agar kita bisa terapkan untuk memberantas korupsi, mulai dari dari kita sendiri sampai pada ketingkat Bangsa, yaitu:
- Perkuat diri dengan ajaran agama
Semua ajaran agama mengajarkan kebaikan, tidak ada ajaran agama yang menyuruh umatnya untuk melakukan hal yang sifatnya merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Oleh karena itu perkuat diri dengan ajaran agama yang mengajarkan kebaikan. Jangan tunggu dipanggil KPK baru mulai mendalami ajaran agama.
- Membangun pendidikan moral
Mengapa banyak pejabat Negara ini yang korupsi? Salah satu jawabannya karena mereka bermoral miskin, dan tamak. Jika seseorang memiliki moral yang rendah, maka setiap gerak langkahnya akan merugikan orang. oleh karena itu sangat penting sekali membekali pendidikan moral pada generasi muda.
- Menciptakan Pendidikan Anti Korupsi
Upaya pemberantasan korupsi melalui jalur pendidikan harus dilaksanakan karena tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan merupakan wahana yang sangat startegis untuk membina generasi muda agar menanamkan nilai-nilai kehidupan termasuk antikorupsi.
- Memperkuat Kontrol Masyarakat
Para aktifis seperti LSM harus gencar menyerukan suaranya untuk melawan korupsi. Disini, peran aktif para aktifis sangat diharapkan.
- Membangun Supremasi Hukum yang Kuat
Hukum adalah pilar keadilan. Ketika hukum tak sanggup lagi menegakkan sendi-sendi keadilan, maka runtuhlah kepercayaan publik pada institusi ini. Ketidakjelasan kinerja para pelaku hukum akan memberi ruang pada tipikor untuk berkembang dengan leluasa. Untuk itu sangat perlu dilakukan membangun supremasi hukum yang kuat. Tidak ada manusia yang kebal hukum, serta penegak hukum tidak tebang pilih dalam mengadili.
Semoga semakin banyaknya aparat penegak hukum yang ditangkap dan divonis bersalah oleh Pengadilan menjadi pemicu hati nurani para aparat penegak hukum yang lain, agar tidak menjadi pesakitan di "hotel prodeo".
Salam Hormat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H