Mohon tunggu...
Ponco Wulan
Ponco Wulan Mohon Tunggu... Guru - Pontjowulan Samarinda

Pontjowulan Kota Samarinda Kalimantan Timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menanti di Sudut Kenangan

20 September 2024   20:00 Diperbarui: 20 September 2024   20:04 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sudut kampus yang sepi, di bawah pohon rindang yang telah menjadi saksi bisu ribuan cerita, Diana duduk dengan mata menerawang. Angin sore yang sejuk membelai rambut panjangnya yang tergerai, seakan ingin menghapus kerut di dahinya yang tak henti-henti muncul sejak tadi siang. Diana, seorang mahasiswi semester akhir di Fakultas Sastra, sedang menanti seseorang yang begitu berarti dalam hidupnya.

Tak lama kemudian, sosok yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul. Novan, sahabat karibnya sejak masa orientasi, berjalan pelan menuju Diana. Dengan senyum yang tak pernah pudar, Novan membawa dua cangkir kopi dari kafe favorit mereka. Seperti biasa Novan selalu tahu bagaimana cara membuat Diana merasa lebih baik, meski tak selalu kata-kata yang keluar dari mulutnya, kadang hanya kehadirannya sudah cukup.

"Diana, ini kopimu. Maaf lama, antriannya panjang sekali," ujar Novan sambil menyerahkan kopi itu. Diana mengangkat wajahnya dan tersenyum lemah. "Terima kasih, Van. Kamu memang selalu tahu apa yang aku butuhkan."

Novan duduk di samping Diana, menatap jauh ke depan, seakan mencari jawaban dari pertanyaan yang tak pernah terucap. Mereka berdua terdiam, menikmati kebersamaan yang begitu akrab namun dipenuhi dengan perasaan yang sulit diungkapkan. Di sudut kenangan inilah, tempat mereka pertama kali bertemu dan mengukir berbagai momen indah, mereka kembali merenung tentang masa depan yang mulai tampak suram.

"Kamu ingat nggak, pertama kali kita ke sini?" tanya Novan tiba-tiba, memecah keheningan. Diana mengangguk pelan. "Tentu ingat. Hari pertama kita kuliah, saat kita sama-sama bingung mencari ruangan kelas."

"Tapi, kamu selalu berhasil membuat setiap momen menjadi lebih berwarna," lanjut Novan dengan tatapan lembut. "Aku nggak tahu harus bagaimana tanpamu."

Diana terdiam, hatinya berdebar mendengar kata-kata Novan. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, banyak perasaan yang ingin ia sampaikan, namun seakan tertahan oleh rasa takut yang tak beralasan. Di sudut kenangan ini mereka berdua menanti, berharap ada keajaiban yang bisa merubah segalanya.

Saat mereka sedang menikmati kopi dan kebersamaan dalam keheningan, Raka datang menghampiri. Raka adalah teman sekelas mereka yang terkenal dengan kecerdasannya, tersenyum dan melambaikan tangan. Ia membawa sebuah buku tebal di tangan kirinya dan sekotak kecil kue di tangan kanannya.

"Hai, kalian! Aku baru saja dari perpustakaan dan menemukan buku yang pasti kalian suka," kata Raka sambil menunjukkan buku tersebut. Novan tersenyum dan menyuruh Raka duduk di sebelahnya. "Ayo, gabung! Kebetulan kita lagi butuh teman ngobrol."

Raka duduk dan membuka kotak kuenya. "Aku juga bawa kue dari toko roti baru di dekat kampus. Kalian harus coba."

Diana menyambut kue itu dengan senyum, meski hatinya masih terasa berat. "Terima kasih, Raka. Kamu selalu perhatian." Sore itu di sudut kenangan yang penuh cerita, ketiganya duduk bersama. Meskipun obrolan ringan mengisi waktu mereka, ada perasaan yang tak terucap di hati Diana dan Novan. Raka, dengan segala kelebihannya, tak pernah menyadari ada rahasia besar yang tersimpan di antara dua sahabatnya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun