Indonesia memiliki banyak ilmuwan di bidang rekayasa permesinan. Mereka memiliki kompetensi dalam perancangan mesin, kontruksi, manufakturing, hingga otomotif. Sayang, sebagaian besar dari mereka memilih untuk bekerja di perusahaan besar akibat rendahnya tradisi inovasi maupun ruang untuk usaha mandiri.
Sebagian besar ruang usaha di bidang permesinan dimiliki oleh para pengusaha luar negeri. Pemerintah memilih liberalisasi pasar dibanding mendorong tumbuhnya dunia usaha yang dilakukan pelaku lokal. Para ilmuwan pribumi hanya ditempatkan pada ranah periperal, seperti marketing, penyediaan suku cadang, maintenance, maupun asembling. Hal itu menyebabkan fondasi dunia permesinan di Indonesia sangat rapuh dan tergantung pada bangsa lain.
Meski kedodoran, upaya untuk menguatkan fondasi dunia manufaktur belum terlambat. Kita bisa memulai dari sektor yang paling bisa kuasai, misalnya rekayasa teknologi tepat guna. Diskursus teknologi tepat guna sudah dimulai sejak era 1980-an. Para ilmuwan permesinan mengembangkan teknologi-teknologi yang dibutuhkan untuk pengolahan hasil pertanian, otomatisasi kerja, pengecoran logam, plumbing, maupun kerja-kerja konstruksi.
Badai krisis 1998 meluluhlantakan industri permesinan akibat nilai tukar rupiah terus melemah. Dunia manufaktur langsung lesu dan terus merugi. Akar masalahnya, dunia permesinan di Indonesia tidak ditopang oleh dasar yang kuat, yaitu permodalan dan dasar ilmuan yang mengakar.
Angin segar datang setelah munculnya Undang-Undang No 6 tahun 2014 tentang Desa. Sepintas kita sulit menemukan ada hubungan antara kemunculan UU Desa dengan kebangkitan dunia permesinan. Titik kaitnya ada pada tersedianya anggaran yang cukup besar bagi pembiayaan pembangunan di dunia perdesaan. Bila keberadaan kampus, baik universitas maupun politeknik, mau menjadi bagian dari perubahan masyarakat desa maka rekayasa akan menemukan ruang yang luas.
UU Desa akan berlaku efektif ada 2016. Pemerintah akan memberikan dana pembangunan yang cukup besar untuk desa. Bila dirata-rata, ada kucuran 1,4 Milyar untuk desa dari Pemerintah Daerah (APBD) dan Pemerintah Pusat (APBN). Masyarakat desa bisa merencanakan pembangunan di wilayahnya tanpa harus risau alokasi pembiayaannya.
Para rekayasawan permesinan berperan untuk memastikan bahwa aliran dana ke desa akan menumbuhkan usaha-usaha produktif di wilayah desa. Di desa akan muncul sentra-sentra pertumbuhan ekonomi yang kuat. Angka urbanisasi akan menurun sehingga persoalan di kota juga berkurang. UU Desa tak sekadar untuk pengentasan warga dari kemiskinan, juga memberikan harapan akan munculnya kelas menengah baru di kawasan perdesaan.
Baca selengkapnya di http://poltekmaarif.ac.id/praktisi-mekanik-harus-bangkitkan-sentra-industri-desa.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H