PARTAI Nasional Demokrat bergerak cepat menyongsong pemilihan presiden 2024. Dipimpin langsung oleh pendiri sekaligus ketua umumnya, Surya Dharma Paloh, Partai Nasdem sudah mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden jagoan mereka.
Pilpres 2024 masih beberapa belas bulan lagi memang. Namun persiapan untuk itu tentu sudah harus digeber sejak sekarang. Mungkin inilah alasan Surya Paloh menggaet Anies Baswedan sebagai calon presiden dari Partai Nasdem.
Pertanyaan lantas muncul, ini langkah yang terukur atau malah bakal jadi ngawur?
Bukannya apa-apa. Sesuai namanya, Partai Nasdem adalah sebuah partai berlandaskan asas pluralitas. Partai politik yang berupaya merangkul semua golongan di negara ini.
Menurut kategorisasi barat, Partai Nasdem dapat digolongkan sebagai partai berhaluan tengah. Atau kalaupun dianggap berat sebelah, sejauh-jauhnya ya hanya di wilayah sayap tengah-kiri.
Sementara itu Anies dianggap lekat dengan kelompok tertentu yang dapat diidentikkan sebagai massa sayap kanan. Bahkan mungkin tergolong kanan jauh atau kanan jauh sekali (extreme far right, maksudnya).
Kemenangan Anies dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 tidak lepas dari kampanye-kampanye yang memuat sentimen keagamanan. Narasi yang dibangun sebagai materi kampanyenya masih menyisakan polaritas besar di tengah-tengah masyarakat Jakarta hingga kini.
Karena itulah langkah Partai Nasdem, atau mungkin lebih tepatnya langkah Surya Paloh, memilih Anies sebagai capres dianggap kontraproduktif. Beneran, nih? Enggak lagi bercanda, kan? Mungkin ada yang bertanya begitu ke beliau.
Ditinggal dan Melorot
Surya Paloh sendiri menanggapi santai semua itu. Dengan yakin dia menjelaskan alasan pilihannya dengan satu kalimat: "Mengapa Anies Baswedan? Jawabannya, why not the best?"
Pendek kata, bagi pemilik Media Group tersebut Anies Baswedan adalah pilihan terbaik. Pendapat yang tidak diamini oleh sebagian anggota Partai Nasdem, sehingga kemudian memilih keluar dari partai.