[caption id="attachment_328680" align="aligncenter" width="600" caption="Headline kotaksuara.kompasiana.com | Ilustrasi/ Kampret (Ajie Nugroho)"][/caption]
Serangan politik uang atau "money politic" mulai dilancarkan para caleg, misalnya seperti yang dilakukan oleh tim sukses caleg DPR asal Partai Amanat Nasional (PAN) Budi Yuyastri di kabupaten Ciamis. Aksi kotor itu mencuat setelah warga melaporkannya ke Panwaslu.
Apapun motivasi pelapor (takut terima uang, tidak kebagian uang, uangnya lebih kecil dari yang diharapkan ataupun karena motif persaingan antar-caleg), aksi lapor-melapor ini perlu dibudayakan agar praktek politik uang tidak merajalela.
Dalam ajaran Islam, aksi membagikan uang demi mendapatkan suara sudah ditetapkan sebagai kejahatan yang akan membawa pelakunya ke neraka. Karena "money politic" tak ubahnya sebagai bentuk penyuapan (risywah). Orang yang menyuap dan menerima suap, sabda Nabi dalam sebuah hadits, sama-sama masuk neraka. Termasuk orang yang menjadi mediator antara penyuap dan tersuap.
Berita suap yang dilansir KOMPAScom di atas adalah contoh sempurna dari praktek haram ini. Karena pelakunya adalah orang Islam (dari PAN) dan penerimanya juga orang Islam. Dan ketika praktek ini dibiarkan, pihak yang bertugas melaksanakan pemilu juga terkena getahnya lantaran membiarkan praktek haram ini membudaya. Demikian penjelasan Ust Ahmad Sarwat.
Mengapa politik uang masuk dalam kategori suap? Karena uang itu diberikan dan diterima untuk menghancurkan pondasi tatanan bermasyarakat yang dalam hal ini dibangun lewat sistem demokrasi (pemilu). Ketika caler yang melakukan aksi penyogokan terpilih sebagai Wakil Rakyat, dia akan menjadikan risywah sebagai jalan untuk memperkaya diri dan golongannya dengan menggunakan tameng "kepentingan rakyat". Hasilnya bisa kita lihat dari banyaknya legislator (di DPR maupun DPRD) yang jadi koruptor dan ditangkap KPK.
Masyarakat yang menginginkan perubahan dalam tatanan demokrasi tanah air harus ikut mengingatkan masyarakat bahwa "penerima politik uang masuk neraka". Kamu pasti paham bahwa caleg penyuap mustahil bisa diajarkan kebenaran karena boleh jadi jalan yang dia tempuh sudah diawali dengan praktek suap-menyuap di internal partai. Jadi nyaris sia-sia mengedukasi caleg agar tidak menyuap.
Tapi masyarakat bisa diedukasi. Boleh jadi mayoritas pemilih muslim tidak tahu bahwa money politic adalah bentuk lain dari penyuapan. Atau mereka lupa karena perut lapar dan terhimpit dalam kemiskinan.
Ingatkan juga ke teman-teman dan orang-orang terdekatmu, jangan mau menerima 80 ribu uang sogokan karena itu sama saja dengan menyerahkan 8000 triliun APBN 5 tahun ke depan kepada kawanan maling di DPR.
Mari turut serta mewujudkan lembaga legislatif yang bersih dengan menolak sogokan menjelang hari pencoblosan. Dan yakinlah, penerima uang sogokan dari caleg akan masuk neraka (di dunia dan akherat!)
Salam pemilu bersih.