Status tersangka Budi Gunawan dicabut oleh hakim lewat proses praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sontak, muncul istilah menang kalah, sebagai konfirmasi atas pertikaian memalukan yang terjadi di tubuh penegak hukum utama negeri ini, yaitu antara satu-satunya instansi kepolisian yang bertugas menjaga keamanan rakyat, dan instansi pemberantas korupsi yang memiliki mandat memberantas kriminalitas paling menghancurkan negeri dan penyakit akut aparat bernama korupsi.
Lihat saja bagaimana para polisi bersorak-sorai di depan pengadilan bahkan sampai sujud syukur. Ini membuktikan bahwa di tingkat bawahan, sudah ada doktrin bahwa musuh polisi saat ini bukan lagi gembong narkoba atau sindikat pencuri sepeda motor. Tapi instansi bernama KPK!
Setelah itu apa? Apakah perang cicak lawan kekuatan buaya atau perlawanan buaya menghadapi kelicikan cicak akan berakhir sampai di sini? Apakah sinetron basi yang panjang gak berujung ini, yang semestinya bisa diselesaikan oleh mandat kekuasaan yang dimiliki oleh presiden, akan ditutup sampai di sini?
Apakah dengan tidak jadi tersangka serta-merta kubu Budi Gunawan dapat datang memaksa Presiden Jokowi untuk melantiknya dalam waktu sesingkat-singkatnya? Trus kalau sudah jadi Kapolri, apakah berarti BG kebal hukum sehingga tidak bisa lagi ditetapkan sebagai tersangka? Apakah kemudian kisruh ini benar-benar khatam?
Tentu tidak! Sama sekali jauh panggang dari api.
KPK, bagaimana pun, tetap punya kuasa untuk menuntaskan satu kasus korupsi, tidak peduli malaikat terlibat di dalamnya! Lantas bagaimana jadinya kalau Kapolri yang baru dilantik itu kemudian ditetapkan kembali sebagai tersangka korupsi?
Apakah ada yang berani menjamin bahwa dengan ditetapkannya Bambang Widjoyanto kemudian menyusul Abraham Samad sebagai tersangka akan membuat nyali KPK mengkerut untuk kemudian menutup rapat-rapat kasus Rekening Gendut dan jamaah yang sudah berpesta di dalamnya? Lembaga yang pernah melewati banyak cobaan dan perlawanan serta gugatan dan pemberontakan dari para politisi dan petinggi ini sudah punya lebih dari seribu nyali yang sulit dikerdilkan. Jadi rasanya mustahil kasus Rekening Gendut akan dibiarkan menguap, dan penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka akan dikubur.
Jadi dengan asumsi setelah ini Indonesia akan punya Kapolri tersangka korupsi, maka sinetron yang memuakkan ini dapat dipastikan akan terus bergulir. Dan kalau itu benar-benar terjadi, kondisi perpolitikan dan pertahanan serta keamanan tanah air jadi tambah runyam dan rentan serangan dari luar.
Nah, biar kisruh yang dimulai oleh Presiden Jokowi ini tidak berlanjut, sebaiknya Pak Presiden mendengarkan dan menjalankan usul Wakil Ketua Tim Sembilan Jimly Asshiddiqie. Menurut Jimly, langkah terbaik setelah praperadilan adalah: KPK menerima dengan lapang dada keputusan hakim Sarpin Rizaldi dan BG mundur dari penetapan sebagai Kapolri.
"Mulia sekali bagi dia jika mundur dari pencalonan. Tidak merepotkan presiden. Kalau dia tetap menjadi Kapolri, jangan sampai dia menjadi Kapolri yang hanya berumur beberapa hari, sehingga dia pensiun dalam kondisi yang tidak bisa mengabdi lagi kepada Polri," kata Jimly seperti dikutip Detik.com.
Kalau kedua pihak masih ngeyel, Jokowi harus tegas dan keras memaksa keduanya. Tidak ada lagi kompromi apalagi keraguan. Tidak boleh lagi ada kesan bahwa tempat kerja presiden sudah jadi Istana Boneka yang bisa dijadikan mainan. Presiden adalah pemimpin negara yang punya seabreg alat kuasa di banyak instansi, dan semua kekuasaan itu bisa dia berikan atau dia ambil ke dan dari siapapun sesuka hati presiden (bahasa orang Senayan presiden punya hak prerogratif).